Tahun 2025 belum genap setengah jalan, tapi banyak orang sudah merasa lelah. PHK terjadi di mana-mana. Dari perusahaan teknologi sampai ritel besar, dari pabrik kota sampai kantor pusat---semuanya mulai merampingkan karyawan. Perekonomian memang sedang tak bersahabat. Dan celakanya, mereka yang paling dulu kena pukul justru para pekerja muda dan kelas menengah yang selama ini jadi tumpuan.
Banyak yang terpaksa pulang kampung. Ada yang mulai buka warung kecil-kecilan, ada pula yang masih menggenggam ijazah dengan harapan belum padam. Tapi di tengah kabar buruk yang terus berdatangan, sebuah program pemerintah justru mulai diperbincangkan karena memberi angin segar.
Ya, namanya Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Awalnya dikira hanya soal makan siang untuk anak-anak sekolah. Tapi ternyata, program ini membawa misi yang jauh lebih besar: berpotensi membuka 90 ribu lapangan kerja baru di seluruh Indonesia.
Bukan Sekadar Makan, Tapi Peluang Hidup Baru
Bayangkan ada 30 ribu titik layanan gizi yang akan dibentuk di seluruh provinsi, yang disebut Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Di tiap titik, dibutuhkan tiga orang tenaga kerja: kepala unit, ahli gizi, dan akuntan. Totalnya? Ya, 90 ribu posisi baru.
Artinya, ribuan sarjana muda yang selama ini bingung mau kerja di mana, bisa punya kesempatan nyata. Yang baru lulus, yang sempat nganggur, atau bahkan yang baru saja kehilangan pekerjaan---punya opsi baru untuk bangkit dan berkontribusi langsung pada masyarakat.
Lebih dari itu, program ini juga memberi dampak ke daerah. Bahan makanan yang dibutuhkan untuk makan bergizi anak-anak sekolah tentu harus diambil dari sekitar. Maka petani, peternak, hingga ibu-ibu warung makan di desa bisa ikut merasakan efek positifnya. Rantai ekonomi lokal bergerak. Semangat kembali hidup.
Dari Dapur Sekolah ke Ekonomi Desa
Ini bukan sekadar program sosial. MBG punya efek berantai: mulai dari petani yang hasil panennya dibeli untuk bahan makanan, ibu-ibu yang ikut memasak, hingga para sarjana yang menjadi pengelola layanan. Semua mendapat bagian.
Deputi Badan Gizi Nasional, Tigor Pangaribuan, menyebutkan bahwa program ini bisa mendorong ekonomi desa dan membuat petani lebih semangat lagi. Bahkan, kalau program ini berjalan optimal, bisa menyentuh 82,9 juta penerima manfaat tahun depan.