Mohon tunggu...
Benni Sang Senja
Benni Sang Senja Mohon Tunggu... Administrasi - Hitam putih kehidupan

Pengelana yang hanya singgah sejenak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Penenun Kafan

19 Oktober 2020   18:12 Diperbarui: 19 Oktober 2020   18:17 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saudara maut telah memerintahkan kepada para orang kudusnya untuk memintal benang dan menenun kain kafan untuk kita sejak dari kita menghirup udara pertama kali bahkan ketika kita dalam kandungan pun mereka telah mempersiapakan pekerjaan menenun. 

Tidak ada yang tahu berapa banyak benang yang dibutuhkan dan berapa lembar kain yang telah ditenun untuk masing-masing kita. Tidak ada yang tahu kapan kain kafan itu akan selesai di tenun. Kita tidak akan pernah tahu dan tak akan pernah diberitahu apabila kain kafan telah selesai ditenun

Setiap helai benang adalah cerita hidup kita, tidak akan ada cerita yang terlewatkan semua helai cerita itu akan menjadi satu dan menyatu. Saat kita tertidur pulas para orang kudus itu tetap menyatukan helai-demi helai cerita kehidupan kita, saat kita berduka, saat amarah menguasai darah, saat rasa bahagia mengisi raga, dalam semua itu mereka tetap menenun.

Ada sebuah negeri bernama Mataram mereka menenun sendiri kain kafannya untuk diri sendiri dan keluarga terdekatnya. Ibu-ibu tua atau para gadislah yang mengambil peran itu. Kain kafan yang meresa sebut leang itu dipersiapkan cukup banyak, karena untuk wanita sendiri membutuhkan sampai 5 kain leang sedangkan untuk pria membutuhkan lebih sedikit sekitar 3 leang. 

Benang mereka sangat kuat karena dimasak terlebih dahulu bersama nasi. Saat proses menenunlah mereka kembali diingatkan bahwa kehidupan selalu diiringi oleh kematian. Dan kematian tidak akan menunda tugasnya dan tidak akan ada yang tahu pada siapa dia akan datang. Setidaknya mereka telah mempersiapkan kematian mereka sendiri jauh hari.

Banyak dari kita tidak sesiap para ibu atau gadis-gadis itu. Sering kali bagi kita kematian sesuatu yang mendadak dan mengejutkan. Kita tidak punya persiapan, bila ia hadir seketika akan runtuh segala pertahanan yang ada. 

Kematian selalu tabu untuk diperbincangkan, tapi kita lupa kain kafan itu tetap ditenun tak peduli seberapa tabu itu dan seberapa kuat kita hindari. Bersegerahlah, tenunlah kain kafan kita dalam hati dan akal. Agar hari dimana seperti hadirnya pencuri mengambil harta terbaik, kita tidak akan merasa hilang tapi bersyukur karena cerita hidup telah selesai dirangkai. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun