Mohon tunggu...
Benito Rio Avianto
Benito Rio Avianto Mohon Tunggu... Dosen - Ekonom, Statistisi, Pengamat ASEAN, Alumni STIS dan UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Blogger, Conten Creator, You Tuber. Stay di Jakarta, tertarik dengan isu Ekonomi ASEAN dan perekonomian global. Aktif menulis di beberapa media. Menyukai pergaulan dan komunitas internasional. Berharap sumbangan pemikiran untuk kemaslahatan bangsa. Bersama Indonesia ASEAN kuat, bersama ASEAN Indonesia maju. https://www.youtube.com/watch?v=Y95_YN2Sysc

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perampasan Petronas oleh Ahli Waris Sultan Sulu dalam Ranah ASEAN dan BIMP-EAGA

27 Juli 2022   15:29 Diperbarui: 27 Juli 2022   15:56 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perampasan Aset Perusahaan Minyak PETRONAS Malaysia oleh Ahli Waris Sultan Sulu, Kasus Menarik di Ranah Kerjasama ASEAN dan BIMP-EAGA

Dua anak perusahaan Petroliam Nasional Bhd (PETRONAS) yang terdaftar di Luksemburg telah disita oleh "ahli waris" mendiang Sultan Sulu atas sengketa hukum senilai US$15 miliar (sekitar RM66,55 miliar) dengan pemerintah Malaysia yang timbul dari perjanjian yang ditandatangani selama 144 tahun lalu, tepatnya ditahun 1878.  Koran Financial Times (FT) yang berbasis di London, Inggris, melaporkan hal tersebut pada Selasa  tanggal 12 Juli 2022.

Menurut laporan FT, juru sita di Luksemburg menyita perusahaan, yaitu PETRONAS Azerbaijan (Shah Deniz) dan PETRONAS South Caucasus, atas nama klien mereka pada hari Senin. Laporan itu mengatakan anak perusahaan mengelola kepentingan gas di Azerbaijan dan bisa bernilai lebih dari US$2 miliar. Namun demikian, PETRONAS belum menanggapi permintaan komentar pada saat pers.

Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya hukum oleh ahli waris Sulu untuk memenangkan kompensasi atas tanah Sabah yang menurut mereka disewa oleh nenek moyang mereka ke sebuah perusahaan perdagangan Inggris pada tahun 1878, sebelum ditemukannya sumber daya alam yang luas di daerah tersebut, demikian FT melaporkan.

Perusahaan PETRONAS pada bulan Februari telah menjual 9,99% saham di proyek gas alam Shah Deniz tersebut kepada perusahaan minyak dan gas Rusia LUKOIL seharga sekitar US$1,45 miliar, menyusul revisi dari kesepakatan yang direncanakan semula yang melibatkan penjualan seluruh 15,5% saham PETRONAS dalam proyek tersebut. 

sebesar US$2,25 miliar. Perusahaan energi milik negara itu terseret ke dalam perselisihan ini karena Malaysia tidak mengakui keputusan arbiter di Prancis, yang telah memutuskan pada Maret bahwa Malaysia harus membayar keturunannya US$ 14,9 miliar.

Sengketa tersebut muncul setelah "ahli waris" dan "pengganti kepentingan" Sultan Jamalul Kiram II mengajukan gugatan terhadap pemerintah Malaysia melalui proses arbitrase internasional di Madrid, Spanyol, Kementerian Luar Negeri Malaysia dan Kejaksaan Agung (AGC) telah mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama pada bulan Maret. 

Kementerian dan AGC mengatakan klaim tersebut didasarkan pada kesepakatan Sultan Mohamet Jamal Al Alam, Sultan Sulu pada saat itu, dan Baron de Overbeck dan Alfred Dent ditandatangani pada tahun 1878 di mana Sultan Sulu memberikan dan menyerahkan kedaulatan untuk selama-lamanya. hak atas wilayah tertentu yang terletak di Kalimantan Utara, sekarang menjadi bagian dari Sabah, Malaysia.

Sebagai tanda sewa sebesar RM 5,300,00 9 sekitar Rp 18 juta atau US$ 1.187 per tahun harus dibayarkan kepada Sultan Sulu atau pada ahli waris atau penerusnya. Setelah invasi bersenjata di Lahad Datu, Sabah, pembayaran tersebut dihentikan pada tahun 2013 demikian  bunyi pernyataan itu. 

Pernyataan itu dikeluarkan setelah putusan arbitrase Prancis, putusan yang Malaysia tunjukkan tidak ikut serta. Pemerintah Malaysia tidak mengakui klaim tersebut dan tidak berpartisipasi dalam proses arbitrase yang diklaim karena Malaysia selalu menjunjung tinggi dan tidak pernah melepaskan kekebalan kedaulatannya sebagai negara berdaulat. 

Selain itu, pokok gugatan tidak bersifat komersial dan dengan demikian tidak dapat tunduk pada arbitrase dan Perjanjian 1878 tidak memuat perjanjian arbitrase. Kami lebih lanjut menekankan bahwa identitas penggugat diragukan dan belum diverifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun