Mohon tunggu...
Benito Sinaga
Benito Sinaga Mohon Tunggu... Wiraswasta - Marhaenis

Pecandu philosophia yang sering lupa kombinasi password terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Spirit Anti Perbudakan dalam Hidup Kristiani

22 Desember 2022   10:20 Diperbarui: 25 Desember 2022   01:11 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas hebohnya pemberitaan PM Belanda yang meminta maaf atas peristiwa perbudakan yang pernah terjadi di Hindia Belanda, seorang kawan lantas mengirim screenshot komentar Instagram atas kajian historis perbudakan.

Bagi kalangan yang sudah tidak aktif membaca sejarah, pernyataan bahwa kaum bumiputera turut berperan dalam perbudakan masa silam cukup mengagetkan. Kita yang sejak di bangku Sekolah Dasar didoktrin secara patriotis dan sangat amat membenci serta mengutuk penjajahan Belanda dengan membabi buta, sekejap kemudian hanya bisa menggigit jari dan tak mampu merespon pernyataan diplomatis PM Belanda, Mark Rutte.

Sekejam itukah nenek moyang kita terdahulu?

Fakta historis yang menyatakan bahwasanya terdapat institusi sosial-tradisional Nusantara (Hindia-Belanda) yang turut andil dalam perbudakan memang tidak dapat diacuhkan begitu saja, namun apa yang disebut kawan saya bukanlah suatu generalisir.

Menurut Dr. Bondan Kanumoyoso dalam diskusi publik online bersama Megawati Institute, perbudakan di Nusantara lahir lebih awal daripada era kedatangan bangsa-bangsa Eropa. Pada saat Belanda tiba di Nusantara, struktur sosiologis di sini sudahlah cukup kompleks dan mapan sebagai masyarakat agraris maupun maritim. Budak atau konotasi yang serupa dalam bahasa kuno daerah, adalah konsep perhambaan seseorang pada tuannya untuk mengelola pertanian, kelautan, dan urusan rumah tangga lainnya. 


Sama seperti dalam Alkitab Perjanjian Lama maupun dalam Alquran, di Nusantara seseorang dapat diperbudak apabila kalah dalam perang (tawanan perang). Yang membedakan budak dengan pekerja atau karyawan di jaman modern ini ialah budak dapat diperjual-belikan serta diperlakukan semena-mena, dan harganya ditentukan oleh pasar monopoli; tidak seperti sistem transfer pemain bola.

Dalam ingatan sejarah perbudakan, khususnya di wilayah Sumatera Utara yang saya pahami, Sisingamangaraja adalah salah satu contoh leluhur kita (orang Batak) yang tidak simpatik terhadap perbudakan. Ia justru melakukan perang untuk membebaskan budak. Meskipun Sisingamangaraja sering digambarkan "bermusuhan" dengan misionaris Kristen yang digadang-gadang berada "di bawah bendera Belanda", toh beliau turut mengamalkan ajaran yang dianut kaum Kristen.

Wolter Robert van Hovel, yang dikenal sebagai oposisi garis keras pemerintahan kolonial sekaligus orang yang bakal menginspirasi Multatuli, juga mencatat karya-karya misionaris Kristen di Sumatera Utara. Dengan semangat pengajaran Santo Paulus kepada jemaat di Korintius (baca 1 Kor 11:17-22), jemaat Gereja di tanah batak mulai disatukan tanpa belenggu par-hatoban-on.

Santo Paulus bukan yang pertama dalam tradisi ke-kristen-an yang berusaha mengubah paradigma kemanusiaan sejamannya, melainkan karena karya Yesus sendiri. Dalam Matius 20:25-28, Yesus menyadari perutusan diriNya sebagai "hamba" agar menjadi Yang Pertama di antara orang mati yang masuk surga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun