Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja yang Merdeka

17 Agustus 2022   08:18 Diperbarui: 17 Agustus 2022   08:20 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar https://pin.it/8VjSw0I

Mereka akhirnya mengejar Tarno yang ketakutan sambil terbahak-bahak.

Kenangan masa kecil mereka bermain perang-perangan sangat tajam dalam ingatan. Karena saat itu juga masih banyak serdadu di desa mereka yang belum beranjak pergi. Entah karena sudah hilang rasa takutnya atau sudah terbiasa saja. Anak-anak kecil tetap ingin bermain tanpa dikekang rasa takut.

Tamen menyesap kopinya sambil terkekeh mengingat puluhan tahun silam di masa penjajahan. 

"Sekarang menurutmu bagaiman, No?"

"Kata anak zaman sekarang B aja, generasi Z kata mereka tinggal membangun dan mempertahankan, terus mengisi dengan bijak, dan mengankat tangan menghormat bendera merah putih, masak gak bisa sih?" Tugino masih ingat betul betapa dulu sebenarnya hati selalu dalam rasa was-was. Belanda belum pergi, eh Jepang datang mau obok-obok bumi pertiwi, mana lebih keji lagi.

Semua serba terbatas, belajar dibatasi, kerja dibatasi, makan dibatasi, melirik saja juga dibatasi, zaman susah, super susah. Kalau sampai sekarang tinggal menikmati, mengisi, dan mempertahankan saja tidak bisa, ya eman-eman. Harus diingat bagaimana gigihnya para pahlawan waktu itu. 

"Aku yakin, No generasi sekarang bisa menjadi tonggak untuk mengisi kemerdekaan, yakin aku. Hla wong  mengisi kemerdekaan bisa sambil rebahan saja loh."  ucapan Tamen membuat Tugino menatap jauh ke depan dan menerawang lalu tersenyum tanpa suara.

Tugino pun menjawab, "Ya, eman kalau sampai terlena. Manusia hidup itu harus banyak gunanya, banyak manfaatnya. Semoga sambil leyehan bisa mewujudkan cita-citanya." tertawa mereka sedikit ditahan sampai terdengar bunyi ngik-ngik dan terbatuk-batuk.

"iya, jadi generasi kuat itu tidak boleh cemen, terus kalau jadi bos juga tidak boleh seenaknya pada anak buah. Menghadapi masalah atau ketahuan salah kok nyari kambing hitam, itu kan cemen," Tamen lagi-lagi menimpali, sekarang wajahnya mulai serius.

"Ya, bisa mlempem negara ini bila para cemen-cemen duduk manis sebagai penguasa. Lalu merdeka macam mana?" Pembicaraan makin seru bahkan kadang diselingi sedikit perbedaan pendapat, membicarakan kejadian-kejadian ganjil yang sedang hangat dibicarakan saat ini, juga tentang para penyuka duit yang mengeruk kelayaan ibu pertiwi demi keuntungan pribadi.

"Kang Pendik dan Sambodo bagaimana ya kabarnya?" Tamen mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Tugino mengingat sahabatnya yang katut terbawa tentara Belanda ke Suriname.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun