Mohon tunggu...
Beni Sumarlin
Beni Sumarlin Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Humaniora Tinggal di Tulang Bawang Provinsi Lampung

Indahnya menulis karena hobi, menginspirasi dan memberi saran kritis dan solusi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Semakin Heran dengan Kasus Yuyun

5 Mei 2016   16:27 Diperbarui: 9 Mei 2016   14:04 2094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau sahabat Arako merasa tidak heran atas kasus tragedi yang menimpa seorang remaja belia siswi SMP kelas 5 Satu Atap Padang Ulak Tanding dengan suluruh cerita yang ditulis olehnya, saya malah semakin heran atas kejadian ini.

Saya terhitung belum lama tinggal di Bengkulu, baru sekitar 2 tahun. Itupun belum bisa dikatakan menetap. Akhir tahun 2013 saya datang ke Bengkulu, mencari pengalaman dan menyelesaikan tugas study. Pertama sekali menilai keunikan kondisi sosial masyarakat Bengkulu saya cukup heran dengan kebiasaan para pejabat yang mudah membagi-bagikan uang melalui kupon yang disebar di surat khabar pada saat bulan ramadhan. Kupon itu diberi nama "Uang Bukoan" (uang untuk berbuka puasa). 

Warga yang berminat mendapatkan uang bukoan, memotong kupon yang ada dii salah satu media massa cetak lokal itu dan mengumpulkannya ke tempat yang telah ditentukan. Pada hari-hari tertentu akan diundi dan ditarik beberapa lembar kupon untuk mendapatkan pemenang kupon bukoan yang untuk selanjutnya berhak mendapatkan uang bukoan senilai tertentu dari sang pejabat atau tokoh  itu. Saya berfikir ini sesuatu yang unik yang baru saya dapatkan. Pejabat di Bengkulu ternyata sangat dermawan meskipun caranya lewat undian, dan ternyata warga Bengkulu senang yang instan-instan seperti mendapatkan uang cash langsung dari pejabat, terlepas ada kepentingan politik pencitraan atau tidak dari sang pejabat yang bersangkutan.

Setelah beberapa waktu tinggal di Bengkulu, saya mendapati bahwa masyakat Bengkulu adalah masyarakat yang terbuka yang terhimpun dari berbagai etnis suku. Setidaknya yang saya ketahui ada suku Rejang, Serawai, Lembak, Padang, Jawa, dan Sunda. Ada juga mungkin Batak, Aceh, Tionghoa, Bali, dan suku-suku lainnya yang belum saya kenal, namun secara keseluruhan mayoritas suku terbesar adalah suku Rejang dan Serawai. Dari yang saya rasakan selama pergaulan ternyata masyarakat Bengkulu cukup terbuka, tegas dan cenderung sedikit keras.

Belum lama ini saya mencermati pemberitaan media cetak di Bengkulu tentang berita kriminalitas yang dipublish. Ditemukan fakta bahwa setiap hari rata-rata ada 12-17 berita tentang kekerasan dan kriminalitas, termasuk kekerasan seksual, pencabulan dan pembunuhan. Dalam hitungan sederhana ditemukan kurang lebih 360 tindak kekerasan yang terjadi di Bengkulu, itu yang terpublish di media cetak, belum lagi kemungkinan yang tidak tercium awak media.

Saat kejadian tragedi pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun di Padang Ulak Tanding, itu berbarengan dengan berita-berita kriminalitas yang lain yang juga terjadi. Namun memang kejadian kasus Yuyun adalah yang paling parah dari tindak kriminalitas yang lain pada waktu itu. Saya sempat membatin, "ini sangat sadis dan biadab". Namun karena disisi lain banyak juga kejadian kriminalitas yang lain, perasaan batin dan nalar menjadi seperti biasa dan tawar, karena mungkin saking seringnya mendengar kekerasan dan kekejaman yang serupa.

Kasus ditemukannya sesorang mayat perempuan di pinggir jalan di Kabupaten Bengkulu Tengah yang diduga karena dirampok , kasus ditemukannya mayat mengapung di sungai dekat Pulau Bai, kasus pencabulan seorang guru kepada muridnya, kasus sering terjadinya pembegalan di jalur jalan lintas Curup - Lubuk Linggau, seperti yang di sebutkan Sahabat Arako sebagai jalur Texas, dan kasus-kasus yang lainnya. Memang jalur Texas ini sudah cukup dikenal masyakakat sekitar Bengkulu dan tindak kejahatan sering terjadi di wilayah ini. Apalagi masih teringat jelas kasus kerusuhan di daerah Lembak yang menyebabkan sebuah pos polisi dibakar warga, yang disinyalir ada kepentingan politik terkait usulan pemekaran Kabupaten Baru di sekitar wilayah tersebut.

Saya semakin heran karena ternyata kejadian ini terus berlarut-larut terjadi di Bengkulu, tindak kejahatan dan kekerasan semacam ini terus saja terjadi bahkan nampaknya semakin meningkat. Di Kota Bengkulu, kasus perampokan nasabah Bank, pemecahan kaca mobil dan raibnya barang-barang berharga didalam mobil saat diparkir, dan pembobolan rumah atau kantor sudah sering terjadi. Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum nampak tak berdaya menghadapi masalah ini. Padahal kalau menurut kisah sahabat Arako sudah bukan lagi rahasia umum dan sudah berjalan bertahun-tahun.

Jadi hal ini yang membuat saya sangat heran. Kejadian yang terus berulang dan ketakberdayaan aparat penegak hukum. Tentu masih hangat juga dalam ingatan kita saat Badan Narkotika hendak melakukan sidak dan razia di Lapas Malabero yang mendapat perlawanan dan sabotase penghuni lapas hingga dibakarnya beberapa ruangan di dalam lapas oleh penghuni lapas itu sendiri yang akhirnya memakan korban jiwa. Disusul perlawanan serupa yang terjadi di Lapas Curup. 

Pemerintah dan aparat penegak hukum seharusnya telah memiliki kajian mengenai karater, budaya / sosiologis masyarakat Bengkulu juga mengenai ekonomi, sumber daya alam dan kondisi masyarakat. Harusnya telah mengambil langkah-langkah preventif atas semua kondisi ini. Tokoh-tokoh dan pejabat di Bengkulu bukan sibuk dengan pencitraan diri demi kepentingan politik lima tahunan. Namun secara serius membahas langkah penanganan dan tindakan preventif jangka panjang. 

Saya setuju jika dikatakan Rejang Lebong tanahnya subur, penduduk sesungguhnya mampu mencukupi kebutuhannya dengan bertani dan berkebun. Namun ada kebiasaan yang semakin hari semakin buruk yang seolah terus dilestarikan, yang pada dasarnya menjadi salah satu akar permasalahan yang timbul dari tindak kejahatan, yakni kebiasaan minum tuak. Tuak, suatu minuman dari sari nira kelapa atau aren yang difermentasikan mampu membuat seseorang menjadi mabuk tidak dipungkiri banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh warga. Kabupaten Seluma merupakan salah satu tempat produksi tuak terbesar di Bengkulu selain di sekitar wilayah Rejang Lebong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun