Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Etika dan Moralitas Politik Tergadaikan

3 Januari 2016   06:00 Diperbarui: 3 Januari 2016   09:56 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik berkaitan erat dengan kekuasaan dan ketatanegaraan. Politik merupakan jembatan emas bagi terciptanya kehidupan masyarakat  yang adil makmur. Sejatinya politik itu mulia, yakni sebagai wahana membangun masyarakat utama. 

Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, menyangkut perilaku politik dari para politikus. Tujuan utama dari etika politik adalah upaya mencapai kesejahteraan melalui serangkaian kebijakan politis.

Kebijakan politik harus memperhatikan dimensi moral. Begitu juga bila seseorang terjun ke dunia politik, termasuk menjadi anggota dewan yang seharusnya mampu menjaga moralitasnya agar tidak terjebak pada kepentingan pribadi atau kelompok, agar tidak terjebak perilaku koruptif dan melegalkan hukum ilegal.

Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik. Dapat juga diartikan sebagai tata susila atau kesopanan dalam pergaulan politik. Dimensi moralnya berkaitan erat dengan “boleh atau tidak boleh”.

Hilangnya moralitas politik anggota dewan berdampak pada kebijakan bagi kehidupan masyarakat. Kekuasaan politik adalah bentuk pendelegasian oleh rakyat kepada para wakilnya. Jadi rakyat adalah sokoguru kekuasaan. Hilangnya sensitivitas kepentingan rakyat dalam diri para politisi sebagai akibat mental KKN, dan juga akibat sikap pragmatisme politik yang tertanam kuat dalam doktrin-doktrin partai, akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang jauh dari yang diharapkan masyarakat umumnya atau bahkan menambah beban kehidupan masyarakat bawah.  Hilangnya moralitas politik akan melahirkan sikap perlawanan dari masyarakat, atau minimal masyarakat akan menghukum  si politisi atau partai politiknya pada saat pemilihan umum.

Realitas kita hari ini telah melahirkan citra yang buruk tentang politik, identik dengan korupsi. Keterbukaan informasi, kecerdasan masyarakat yang meningkat maka rakyat semakin tahu perilaku elit politik negrinya. Manuver-manuver politik yang dipakai untuk menutup-nutupi syahwat partai atau para politisi dari partai tertentu kerap terbaca lebih awal oleh masyarakat, dan peran media sosial sangat besar dalam menelanjangi atau membuka kedok mereka.

Akibat rusaknya moralitas politik secara berjamah, terkadang kita saksikan bagaimana perilaku konyol para elit politik negri ini yang kehilangan akal sehatnya, bahkan mereka yang bergelar Profesor, Doktor, atau Magister  dari berbagai disiplin ilmu.  Tingkat pendidikan tidak menjamin baiknya moralitas politik seorang politisi. Ada sesuatu yang salah dengan sistim pengkaderan politik di negri kita. Ketika partai-partai bersikukuh dengan sikap pragmatisme politiknya, ketika kekuasaan dinilai sebagai jalan untuk meraih keuntungan atau kekayaan  yang lebih besar, maka politik bisnis dan kekuasaan tidak pernah dapat terpisahkan.  

Etika dan moralitas politik negri ini tengah tergadaikan. Tergadaikan karena besarnya investasi pribadi atau partai ketika mengikuti pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah, atau pemilihan presiden.  Tergadaikan oleh sikap pragmatisme partai yang menganggap kekuasaan sebagai sumber dana abadi bagi kelangsungan hidup partai dan para pengurusnya, dan tergadaikan juga oleh buruknya moral serta pengawasan terhadap para penyelenggara negara.  

Rasanya rakyat sudah terlalu muak melihat kelakuan anggota DPR RI sepanjang tahun 2015 yang lalu. Kasus Papa Minta Saham, Kasus Donald Trump, Sidang MKD yang setengah hati, dan juga mulut nyinyir pimpinan dewan yang asal ngomong, dan masih banyak lagi catatan-catatan lain yang bisa diingat-ingat rakyat hingga 2019 nanti. Berbicara tentang perilaku anggota dewan  tidak terlepas dari partainya. Anggota DPR adalah petugas partai, lebih mementingkan kepentingan partainya ketimbang kepentingan rakyatnya. Ketika etika dan moralitas politik negri ini terus-menerus tergadaikan, sampai kapankah rakyat mampu berlaku sabar terhadap para wakilnya? Semoga rakyat tetap bersabar dan tidak marah, tidak merobohkan gedung DPR karena mengganggap lembaga itu sudah tidak bisa diharapan lagi oleh rakyat Indonesia.

*****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun