Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Guru - GURU

Writing is a call to serve others and love God. Because everything I have comes from God

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa dalam Ketakutan

13 Desember 2018   22:39 Diperbarui: 15 Desember 2018   16:58 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aviophobia. Getty Images/iStockphoto

Hello kompasianer, pernahkan anda merasakan ketakutan yang luar biasa dalam hidup?

Sungguh, pengalaman ketakutan adalah pengalaman yang tidak mudah dilupakan. Bahkan akan selalu menjadi pengingat kala ada pengalaman serupa yang kita alami atau melihat orang lain mengalaminya. Mari Aku ceritakan pengalamanku.

Tahun 2016, aku datang ke Malang. Sebenarnya aku berangkat bersama teman-teman, tetapi karena kesalahan informasi, aku harus berangkat sendirian. Tidak pernah terpikirkan bahwa aku harus menumpang pesawat, tetapi karena situasi yang mendesak, aku terpaksa melakukannya dengan uang yang pas-pasan.

Ketika hendak melangkah, satu keyakinan yang tertaman kuat dalam diriku yakni, aku pasti tidak sendirian. Tuhan pasti menyertai. Hanya itu andalanku. Hp tak dibawa. Hanya tas berisi beberapa potong pakian yang menemani perjalananku juga secari kertas yang betuliskan alamat, di mana aku harus turun.

Perjalanan itu adalah perjalanan pertamaku keluar dari pulau Flores. Dan menjadi perjalanan terjauh selama hidupku dengan meninggalkan orang tua, sahabat, dan keluarga.

Dalam penerbangan dari Labuan Bajo menuju menuju Bali, aku disuguhkan dengan pemandangan indah yang luar biasa. Semua orang tentu berdecak kagum ketika melihat awan yang seolah membentuk surga yang dipandang mata. Ketika menatap keindahan itu, terlontar dari bibirku kata-kata ini, "Sungguh ajaib karya Tuhan."

Namun ketika mendekati Bali, hujan turun dan cuaca menjadi tidak bersahabat. Pertama kali menginjakan kaki di Bali, rasanya sangat asing, karena sangat berbeda dengan tempat aku dilahirkan. Semua manusia sibuk dan rupa-rupa manusia sangat nampak di Bandara Bali. Aku sempat kebingungan harus ke mana, namun ada orang yang baik hati menunjukan di mana aku harus pergi.

Di Bandara, tak ada satu pun manusia yang kukenal. Untuk menghilangkan rasa rindu, aku berjalan-jalan sambil mengamati orang-orang dengan bahasa yang berbeda. Walau akhirnya aku lelah karena pesawat Lion Air yang aku tumpangi menunda penerbangannya hingga beberapa jam dari jadwal yang telah ditetapkan akibat cuaca buruk.

Sebelum akhirnya  kami diberangkatkan, pikiranku sedikit kacau. Rasa takut tiba-tiba menghantuiku. Aku teringat peristiwa beberapa bulan sebelumnya, sebuah pesawat jatuh karena cuaca buruk dan menewaskan banyak orang.

Ingatan itu semakin membuatku takut dan cemas. Jangan-jangan pesawat yang kutumpangi akan mengalami hal serupa. Sempat berencana untuk membatalkan penerbanganku, walau dengan konsekuensi yang tidak mudah. Namun karena tidak punya banyak pilihan, aku terpaksa mengurungkan niatku untuk menginap di Bali.

Untuk menenangkan batin dalam perjalanan itu, aku berdoa pada Tuhan, memohon agar ketakutanku hilang.  Dan ketakuatanku ternyata beralasan. Saat setengah perjalanan, pesawat yang kami tumpangi digoncang angin kencang, dan kabut tebal menutup pandanganku ke bumi. Beberapa kali pesawat miring dan goncangannya seperti kendaraan yang berjalan di jalan berlobang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun