Mohon tunggu...
Benediktus Jonas
Benediktus Jonas Mohon Tunggu... Guru - GURU

Writing is a call to serve others and love God. Because everything I have comes from God

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa yang Salah dengan Kami?

29 November 2018   09:55 Diperbarui: 29 November 2018   10:21 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tidak ada perbedaan agama/pelatihindonesia.com

Dua minggu yang lalu, aku mendapat undangan. Awalnya tidak percaya sih kalau yang diundang itu aku. Tetapi setelah melihat amplop undangan itu, ternyata benar, aku yang diundang. Tidak tahu alasannya kenapa aku yang diundang. Namun singkat kata, aku senang. Apa lagi yang mengundang  ialah mahasiswa.

Hari yang ditunggupun tiba. Aku langsung menuju tempat pertemuan yakni Taman Agung, Kota Malang. Yang hadir di sana, tidak hanya para Mahasiswa dari Flores, tetapi hampir dari seluruh pelosok negeri.

Tujuan pertemuan itu ialah sharing bersama untuk berbagi pengalaman. Yang sudah lama tinggal di Malang, membagi suka duka mereka kepada yang masih baru. Juga dari para mahasiswa yang masih baru, mensharingkan pergulatan mereka. Senang rasanya bisa berbagi pengalaman dengan mereka tentang suka duka hidup sebagai mahasiswa di tanah rantauan.

Dalam suasana ceria yang sedang tampak saat itu, seorang mahasiswa dari Papua maju ke panggung untuk mensharingkan pengalamannya. Awalnya, kami kurang menaru perhatian, karena pengalaman yang disharingkan hampir sama. Namun, ia mengungkapkan keluhannya terkait masalah tempat tinggal.

"Teman-teman, kami para mahasiswa dari Papua mengalami kesulitan untuk mencari tempat tinggal di Malang ini. Banyak rumah kost yang menolak kami. Anda semua bisa melihat sendiri banyak tulisan yang ada "Tidak Menerima Mahasiswa Papua."

Dengan berderai air mata, ia mengatakan "Apa salah kami?" Mengapa kami dihalang-halangi dan dibenci? Bukankah kami ini warga Indonesia yang harus diperlakukan sebagaimana mestinya? Bukankah langit kita sama dan tanah air kita Indonesia?

Semua terdiam dan merenung. Beberapa perempuan menunduk dan menitikan air mata. Jujur, aku sedih mendengar sharingnya. Sharing yang lahir dari kerinduan untuk diterima, dicintai dan dihargai.

***

Tidak sedikit orang zaman ini yang alergi terhadap perbedaan. Orang yang tidak seagama, sesuku, tidak diperdulikan dan bahkan ditolak. Hal itu telah menjamur hingga ke lembaga-lembaga pendidikan.

Kalau kita menelisik sejarah bangsa ini, keberagamanlah yang membuatnya tetap kokoh hingga saat ini. Para pendiri bangsa melihat bahwa keberagaman itu anugraha dan tidak bisa disatukan begitu saja. Keberagaman adalah kodrat manusia. Menolak keberagaman berarti menolak kodrat manusia.

Pengalaman mahasiswa Papua dan mahasiswa lain yang ditolak, adalah persoalan yang mesti diatasi. Pemerintah harus mengambil langkah agar semua orang merasa bahwa negeri ini adalah negeri kita, negeri yang damai, mencintai keberagaman. Indonesia harus terus menjujung tinggi keberagaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun