Gegap gempita filsafat kontemporer sering melupakan figur seperti Hans-Georg Gadamer (1900-2002) yang mungkin filsuf tertua usianya yang pernah hidup. Namun dia sendiri lebih menyukai tidak berbicara tentang dirinya. Baginya seorang filosof hanya dikenal dalam kemampuan dan kesanggupannya berfilsafat.
Hans-Georg Gadamera sejatinya adalah seorang filosof Hermeneutika. Â Pandangan Gadamer tentang estetika memang terkait dengan bidang hermeneutika yang digelutnya. Namun hal itu bukan berarti gagasan estetikanya muncul untuk memperjelas pemikiran hermeneutiknya. Gadamer pada kenyataannya juga memiliki gagasan estetis yang secara khusus ditulisnya dalam karya, The Relevance of The Beautiful and Other Essays.
Dalam karyanya itu, Gadamer memperdalam pembahasan mengenai seni dan karya seni. Latar belakang pemikirannya mengenai seni tidak terlepas dari konteks kulturalnya sebagai seorang pemikir Jerman yang memiliki tradisi filosofis yang panjang.
PERAN HERMENEUTIKA BAGI KARYA SENI
Hermeneutika mempunyai tugas yang berkaitan dengan seni. Gadamer mendasarkan tugas hermeneutik tersebut dari pemikiran Schleiermacher dan Hegel.Â
Gadamer menyebut tugas hermeneutika bagi karya seni ialah sebagai rekonstruksi dan integrasi. Schleiermacher berada pada sisi rekonstruksi seni sedangkan Hegel berada pada posisi integrasi seni.
Rekonstruksi seni ialah usaha untuk mengetahui konteks orisinil sebuah karya seni. Sebuah karya seni mempunyai tujuan orisinilnya ketika dibuat oleh seniman.Â
Bagi Schleiermacher, karya seni kehilangan sesuatu yang bermakna jika ia terlepas dari konteks orisinilnya. Hal ini ada kaitannya dengan dunia tempat karya seni tersebut memiliki kaitannnya yakni bahwa karya seni tersebut milik dunia. Sebab itu karya seni tidak bisa lepas dari asal usul, konteks dan tujuan karya seni.
Namun Gadamer mengkritik pemikiran Schleirmecher yang hendak mengembalikan makna asli karya seni sebagaimana aslinya. Hal ini disebabkan karena konteks masa kini tidaklah sama dengan konteks awal karya seni itu diciptakan. Mempertahankan makna asli karya seni akan membawa makna yang asing bagi masa kini.
Integrasi seni ialah upaya menghubungkan masa lalu sebuah karya dan menarik maknanya pada masa kini. Menurut Hegel, kebenaran secara utuh sebagaimana kodrat esensial dari roh historis tidak terdiri dari penyusunan kembali masa lampau melainkan di dalam mediasi yang mendalam dengan masa kini.
Mediasi yang mendalam oleh Hegel disejajarkan dengan kebenaran dari seni itu sendiri. Pandangan Hegel ini menjadi acuan bagi Gadamer untuk memandang peran hermeneutika sebagai interaksi, masa lampau dengan masa kini. Gadamer tidak serta merta memutuskan hubungan dengan masa lampau sebagai aspek historis dari suatu karya seni, namun ia tidak berhenti pada aspek historis belaka. Gadamer melihat sebuah karya seni dari dua aspek utama,