Mohon tunggu...
Benardo Sinambela
Benardo Sinambela Mohon Tunggu... -

Memulai belajar menulis dan mengekspresikan diri gagasan pikiran melalui tulisan-tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moralitas Para Pendukung Capres-Cawapres 2014

1 Juli 2014   04:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404137563264056307

GOENAWAN MUHAMAD di catatan pinggir harian TEMPO edisi 7 Mei 1977 pernah menuliskan sebuah tulisan yang berjudul "Politik dan Mentalitas" dimasa itu dia berdiri sebagai seorang wartawan yang kerap mengkritisi para elit negara ini melalui media TEMPO pada masa itu. Dalam tulisannya dia ingin menyampaikan bahawa terlalu banyak kecurigaan dan saling tidak percaya terhadap sesama tokoh warga negara ini, tetapi di sisi lain kita sangat ramah terhadap bangsa lain termasuk belanda dan lain-lain.

Pemilu 2014 telah di depan mata, hanya tinggal delapan hari lagi 9 Juli 2014 akan kita jumpai, dengan demikian pertarungan Capres-Cawapres dalam merebut simpati rakyatpun tinggal sekejap lagi. Disatu sisi memang kondisi demokrasi kita saat ini sangat berbeda dengan masa tahun 1977. Dimasa kini demokrasi sudah sangat bebas walaupun ada beberapa masyarakat berpendapat bahwa demokrasi kita kini adalah "demokrasi kebablasan". Kenapa demikian?

Seorang Goen dalam tulisannya menuliskan pesan harapannya tentang pelaksanaan pemilu dimasa kini, beliau mengatakan bahwa pemilu dimasa mendatang akan tampak seperti "turnamen sepak bola" jika pada kehidupan politik dan kenegaraan kita selalu di rekonsiliasi dan proses berbaik kembali. Dimasa ini memang kecuriagaan dan ketekutan akan perbedaan ideologi memang sudah tidak ada lagi, para media dan aktivis juga sudah mendapat kebebasan untuk mengekspresikan kekritisannya masing masing.

Tetapi candu baru kembali terlihat jelas dimasa-masa pesta demokrasi kali ini, kita memang negara yang multi kultural tetapi telah dipersatukan oleh Ideologi Pancasila, namun tidak dapat dipungkiri, isu yang selalu dipertontonkan dalam pemilu 2014 adalah isu-isu mayoritas dan minoritas atau yang paling mendasar adalah isu yang selalu berhubungan dengan RAS yang  kita kenal.

Di masa pemilu presiden nampak terlihat jelas bagaimana para pendukung dengan kebanggaannya membentuk elemen-elemen taktis yang diberi nama berbagai macam guna untuk membangun sebuah opini di publik dan dapat mempengaruhi psikologis rakyat, kita contohkan saja Luhut Panjaitan yang baru-baru ini mendeklarasikan dukungan komunitas suku batak di jakarta kepada Jokowi-JK dan para ulama di Jabar yang terang-terangan memberikan dukungan kepada Prabowo-Hatta dan ada juga pernyataan dari Ketum PGI Pusat yang menyuarakan agar tidak mendukung partai Gerindra dalam Pemilu 2014

Mengingat negara ini adalah negara yang paling multi kultural dan multi agama, membuat persoalan RAS adalah hal yang sangat sensitiv dan sangat berpotensi untuk memicu perpecahan ataupun konflik horizontal, memang sampai sejauh ini, dukungan dukungan seperi hal diatas belum menjadi persoalan yang mengganggu ketentraman masyarakat Indonesia. Tetapi bagaimana setalah pilpres selesai? Mengacu pada pernyataan Hashim Djojohadikusumo yang populer baru-baru ini dalam pidatonya di Usindo yang diunggah di you to be tentang pemecatan karyawan kristen di Lembaga Kementrian Pertanian pimpinan Menpan Suswono dari PKS. Maka hal ini tentunya kedepan akan menjadi trend di lembaga-lembaga negara paska pergantian presiden RI dan kabinet-kabinetnya.

Jika berbicara soal kenegaraan maka seharusnya kita semua mendapatkan hak-hak yang sama, hak untuk berkarir di kelembagaan negara maupun swasta, akan tetapi kembali kepada pertanyaan yang disampaikan oleh Goen, apakah semua elemen yang terlibat dalam pemilu ini dapat berkonsiliasi ata berdamai kembali? seperti halnya turnamen sepak bola yang bersahabat setelah di luar lapangan?

Tentunya tidak akan mudah melupakan segala hal yang dirasakan para peserta pilpres dan pendukungnya berkaitan dengan fitnah dan isu-isu yang bisa merongrong keyakinan masyarakat terhadap satu capres. Kembali seperti tulisan Goen, "kita terlalu baik kepada negara lain tetapi kita sangat susah berdamai dengan bansa sendiri", memang inilah gambaran kita.

Organisasi-organisasi taktis yang berafiliasi untuk mendukung capres-cawapres tertentu harunya mengacu pada hal-hal yang nasionalis, bukan malah mempertajam ego perbedaan dan RAS.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun