Mohon tunggu...
BellaClaudia
BellaClaudia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Saya adalah mahasiswi semester 7 yang sedang menempuh pendidikan jurusan teknik lingkungan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemantauan Kualitas Udara dalam Ruangan

13 Oktober 2022   13:21 Diperbarui: 13 Oktober 2022   13:25 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Arsitektur umum sistem pemantauan IAQ berbasis Internet of Things (IoT). (Dokpri)

Lingkungan berada di bawah berbagai jenis ancaman. Pencemaran lingkungan telah menjadi isu utama yang menjadi perhatian akhir dekade ini. Keberlanjutan aktivitas manusia adalah sesuatu yang seharusnya dapat dilihat secara rinci oleh pemerintah. Polusi udara telah menjadi salah satu dampak yang paling berbahaya di lingkungan. Aktivitas manusia telah banyak berkontribusi terhadap timbulnya pencemaran udara. Dampak pencemaran udara yang diberikan terhadap lingkungan sangat besar serta berbahaya terutama bagi generasi mendatang.

Udara bersih adalah salah satu prinsip paling mendasar dari kualitas dan kesejahteraan hidup. Ketika orang menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan, seperti rumah, kantor, sekolah, fasilitas perawatan kesehatan, atau bangunan pribadi dan publik lainnya (Bluyssen, 2013). Kualitas udara dalam ruangan telah mendapatkan perhatian yang meningkat di seluruh dunia (Kumar et al., 2016). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pada tahun 2016, polusi udara rumah tangga bertanggung jawab atas 3,8 juta kematian atau 7,7% dari kematian global. (Forouzanfar et al., 2017).

Di antara dokumen referensi yang paling relevan dan paling banyak dipertimbangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan pedoman khusus IAQ (Indoor Air Quality) untuk perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko yang terkait dengan paparan polutan tertentu yang biasa ditemukan di dalam ruangan, terutama partikel (PM2.5 dan PM10), ozon (O3), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO) (WHO, 2021) dan benzena, formaldehida, naftalena, benzo[a]pyrene, radon, trichloroethylene dan tetrachloroethylene (Sérafin et al., 2021).

Pada tahun 2018, WHO menyelenggarakan Konferensi Global Pertama tentang Polusi Udara dan Kesehatan dengan tema, 'Meningkatkan Kualitas Udara, Memerangi Perubahan Iklim: Menyelamatkan Kehidupan.' Konferensi tersebut menghasilkan rekomendasi dan tujuan aspirasional untuk mengurangi jumlah kematian akibat polusi udara dengan dua pertiga pada tahun 2030. PBB telah menetapkan indikator polusi udara dalam SDGs yang membutuhkan kolaborasi lintas sektoral. Upaya memerangi polusi udara akan berkontribusi pada SDG 3 (kesehatan dan kesejahteraan yang baik), target SDG 7.2 tentang akses energi bersih di rumah, target SDG 11.6 tentang kualitas udara di perkotaan, target SDG 11.2 tentang akses transportasi berkelanjutan dan SDG 13 (aksi iklim). Selanjutnya, pengurangan polusi udara akan berkontribusi untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris tentang perubahan iklim.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dengan sigap menyusun kualitas udara dan perubahan iklim dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, sebagai bagian dari agenda pembangunan prioritas nasional. Departemen Kesehatan mengeluarkan Keputusan No. 829 Tahun 1999 tentang Standar Kesehatan Perumahan dan Peraturan No. 1077/2011 tentang Pedoman Keselamatan Udara Dalam Rumah Tangga. Menerapkan kebijakan ini merupakan tantangan, karena strategi operasional untuk memandu intervensi di tingkat dasar belum tersedia. Oleh karena itu, WHO mendukung Kementerian Kesehatan untuk meninjau kembali semua kebijakan dan rencana implementasi terkait regulasi yang ada melalui analisis dan review SWOT. Serangkaian pertemuan konsultasi ahli dilakukan untuk mengidentifikasi isu-isu prioritas polusi udara dalam ruangan, yang melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, organisasi akademik dan masyarakat sipil, dan kelompok masyarakat. Ditemukan bahwa fokus Bappenas dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah pada pencemaran udara luar (ambient). Sementara itu, Kementerian Tenaga Kerja memantau kualitas udara dalam ruangan di tempat kerja, namun kebanyakan dari mereka tidak ada data yang dibagikan.

Kualitas udara dalam ruangan perlu dikendalikan melalui program yang terukur, terpadu, dan tepat sasaran. Kementerian Kesehatan, melalui kontrol administratif, telah menerapkan berbagai peraturan kualitas udara dalam ruangan dalam berbagai pengaturan. Namun, intervensi ini belum terintegrasi dalam sistem nasional. Sejak Juli 2021, WHO mendukung Kementerian Kesehatan untuk menyusun Roadmap Kualitas Udara Dalam Ruangan Nasional 2022-2030 sebagai acuan bagi pemerintah dan pihak terkait dalam perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan strategi terkait kualitas udara dalam ruangan. Roadmap tersebut mencakup perencanaan pengelolaan dan pengawasan aspek kesehatan kualitas udara dalam ruangan di kawasan pemukiman dan tempat-tempat umum. Fokusnya pada enam komponen: pengembangan kebijakan, pengendalian kualitas, pengembangan sistem pendukung, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, pemberdayaan masyarakat, serta pemanfaatan riset dan teknologi terkait kualitas udara dalam ruangan.

Implementasi Roadmap berfokus pada tiga tonggak utama:

  • Periode I (2022-2025): Membangun komitmen dan kesiapan pemerintah Indonesia dalam mengelola kualitas udara dalam ruangan di kawasan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum (termasuk fasilitas kesehatan).
  • Periode II (2026-2029): Membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan sistem untuk manajemen kualitas udara dalam ruangan di lingkungan perumahan, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat dan fasilitas umum (termasuk fasilitas kesehatan).
  • Periode III (2030): Tercapainya kualitas udara dalam ruangan yang bersih dan sehat di kawasan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum (termasuk fasilitas kesehatan).

Untuk memperkuat upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas udara rumah tangga/dalam ruangan, WHO terus mendukung dan memberikan bantuan teknis kepada pemerintah. Kementerian Kesehatan, dengan dukungan WHO, telah mengembangkan alat untuk menilai faktor penentu kualitas udara dalam ruangan di tingkat masyarakat dan mengembangkan strategi perubahan perilaku untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan mempromosikan perumahan yang sehat. Pengkajian akan dilakukan pada tahun 2022 di enam kotamadya dan kabupaten (Depok, Bogor, Samarinda, Kutai Kartanegara, Surabaya, dan Kediri) yang berlokasi di kawasan permukiman, kumuh, industri, dan pedesaan. Kajian ini diharapkan dapat berkontribusi pada revisi Permenkes terkait perumahan sehat dan kualitas udara dalam/rumah tangga serta membantu pemerintah dalam menentukan pendekatan yang layak di tingkat masyarakat untuk meningkatkan kualitas udara.

Ada dua teknologi potensial yang menghadirkan platform yang solid untuk pengembangan sistem pemantauan IAQ: teknologi sensor nirkabel (WSN) dan Internet of Things (IoT) (Marques et al., 2020). Karena kebijakan pemerintah terbaru mempromosikan pengembangan kota pintar dan desa pintar dengan pengaruh arsitektur berbasis IoT, maka relevan untuk menganalisis potensi IoT untuk aplikasi pemantauan IAQ secara real-time. Kombinasi IoT dengan teknologi informasi dan komunikasi zaman baru menjanjikan solusi yang andal untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lingkungan (Bacciu et al., 2014). Sistem pemantauan ini mencakup dua komponen yang relevan: perangkat keras dan perangkat lunak. Domain-domain ini bekerja sama untuk memberikan pembaruan instan terkait tingkat polutan. Di satu sisi, pemilihan sensor, mikrokontroler (MCU), dan gateway yang tepat merupakan faktor penting bagi para peneliti mendatang. Di sisi lain, teknologi komunikasi seperti Wi-Fi, ZigBee, Bluetooth, dan Ethernet digunakan untuk update real-time mengenai konsentrasi polutan (Al-Janabi et al., 2017). Selain itu, karena sebagian besar sistem yang ada dievaluasi dan dipasang di lingkungan laboratorium atau lingkungan yang terkendali, pengambilan keputusan, penilaian, dan pengukuran parameter IAQ lapangan yang andal masih merupakan tugas yang menantang. Sangat penting untuk menciptakan pendekatan berkelanjutan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan IAP sambil mempromosikan kesehatan warga dengan solusi yang terjangkau.

(Saini et al., 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun