Mohon tunggu...
Belfin P.S.
Belfin P.S. Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Kompas dan Penulis yang Bahagia

Pecinta Kompas, penulis bebas yang bahagia. IG: @belfinpaians FB: belfin paian siahaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepo? Boleh Ga?

14 Juni 2022   12:09 Diperbarui: 14 Juni 2022   12:17 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam KBBI, kepo ini bermakna rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain. Jika ditilik dari definisinya, terdapat sebuah kata yang mengarahkan kata ini menjadi negatif yaitu pada kata ‘berlebihan’, khususnya jika dikaitkan dengan kepentingan atau urusan orang lain. 

Memang, level penasaran atau keingintahuan seseorang tentu berbeda-beda. Perbedaan ini pula yang membatasi motif dan maksud seseorang untuk kepo. Ada seseorang yang keponya tinggi dan mampu menginvestigasi sampai menemukan jawabannya. Ada juga seseorang yang kepo, tapi percaya saja dengan apa yang ia lihat tanpa perlu melakukan investigasi lanjutan. 

Dalam sejarahnya, tentu kita sepakat bahwa hampir semua penemuan yang didapatkan dari penelitian bermula dari rasa penasaran dan keingintahuan untuk menemukan jawaban atas sesuatu yang dipertanyakan. 

Dalam kisah Adam dan Hawa pun, jatuhnya manusia dalam dosa bermula dari rasa penasaran Adam akan pohon pengetahuan yang terdapat di Taman Eden. Hal ini juga terinspirasi dalam cerita-cerita klasik seperti Sleeping Beauty, Jack and Giant Slayer, dan lain-lain. 

Dilansir dari BigThink.com, kepo atau rasa ingin tahu ini adalah hal yang wajar karena manusia dilengkapi dengan akal dan pikiran. Akal dan pikiran ini memiliki sifat untuk berkembang seiring dengan pertumbuhan otak. 

Alhasil, wajar jika setiap menusia memiliki kepo dengan level yang berbeda-beda. Seorang ahli saraf di tahun 1998, Jaak Panksepp, mengaitkan proses otak ini dengan sistem pencarian tubuh, yang mencakup tujuh emosi dasar seperti ketakutan, panik, dan bahagia. 

Sistem pencarian inilah yang membuat kita mau meneliti, mencari, dan mencoba keluar dari zona nyaman untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Sistem pencarian ini bekerja berdasar tujuan dan iming-iming akan hadiah apa yang akan diterima tubuh jika kita berhasil menemukan apa yang kita cari. Ia menyebut sistem pencarian ini sebagai “The Seeking System” (Thompson, 2021).

“The Seeking System” ini pun berkembang dari waktu ke waktu dan semakin terlatih sehingga memungkinkan setiap orang mengekplorasi hal-hal yang belum pernah ditemui. 

Hal ini dapat dianalogikan dengan pertumbuhan seorang anak kecil yang diberi ruang dan akses ke berbagai lingkungan yang berbeda. Ketika orang tua memberi anak-anak kesempatan untuk bertanya dan mencari tahu hal-hal di sekitar mereka, tentu mereka akan bertumbuh dengan sistem pencarian yang terus aktif dan akan mencari jawaban atas setiap rasa penasaran yang muncul di benak mereka. 

Kepo Baik vs. Kepo Buruk

Meski kata kepo terkesan bermakna negatif dan terdengar meresahkan, tapi kepo pada hal-hal yang positif juga dapat bermakna baik. Orang-orang yang memberi perhatian kepada hal-hal kecil juga bisa sangat membantu dan bisa jadi sangat dibutuhkan di beberapa bidang tertentu. Akan tetapi, seperti dua sisi mata uang, menjadi kepo adalah sebuah keputusan, entah akan diarahkan pada kepo yang baik dan kepo yang bermaksud buruk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun