Mohon tunggu...
Belda Shi
Belda Shi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

a Liberalist, Realist, Perfectionist and an Idealist !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terima kasih Tokyo, Arigatou Gozaimasu!

6 Oktober 2012   16:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13495396381179426903

Setiap hari saya selalu melewati Tokyo station waktu berangkat dan pulang kerja, dan tidak pernah ada perasaan yang istimewa terhadap stasiun tersebut.  Bagi saya, Tokyo station itu tempatnya beli oleh-oleh, dan tempat memanjakan perut, karena banyak makanan enak disana ! Tapi tanggal 1 October kemarin, ada pembukaan dan peresmian gedung Marunouchi, tiba-tiba saja saya jadi penasaran dan sepertinya terpanggil untuk hadir disana....,mungkin sekedar memberikan ucapan "Selamat ulang tahun yang ke 98 tahun !" pada gedung Marunouchi yang desain dindingnya terbuat dari batu bata merah itu. Lalu, tadi siang saya berangkat ke Tokyo station. Begitu turun dari kereta dan meninggalkan platform untuk turun ke concourse, seperti biasa ! Ramai sekali dengan orang yang lalu lalang, yang jalannya cepat !  Tapi kali ini agak lain, karena mereka banyak yang membawa kamera/handycam, sibuk memotret objek apa saja yang ada disitu, misalnya toko oleh-oleh yang dipenuhi dengan antrian panjang para pembeli, pilar-pilar yang bertuliskan iklan-iklan selamat atas openingnya. Sampai-sampai ada pengumuman di speaker-speaker stasiun, yang ditujukan untuk para pengunjung yang ingin memotret, harap berhati-hati supaya tidak mengganggu kenyamanan pengunjung yang lain. Ya memang, saya sendiri tadi sempat mengganggu orang-orang yang sedang berjalan, pada saat sedang ingin memotret toko bento yang ramai sekali. Begitu saya turunkan kamera dari tangan saya, didepan saya sudah ada barisan 4-5 orang yang sengaja berhenti, atau terhenti, karena ingin memberi kesempatan pada saya untuk memotret toko bento tersebut ! Baik ya !, tapi saya harus minta maaf karena membuat mereka jadi pasukan barisan dadakan ! Sesudah memotret suasana didalam stasiun, saya keluar, ingin melihat gedung Marunouchi yang megah itu. Sesampai diluar, sudah bisa diduga kalau disana juga penuh orang-orang yang ingin mengabadikan momen-momen indah, di depan gedung Marunouchi yang desain retronya tetap dipertahankan seperti pada waktu dibangun tahun 1914. Saya sendiri mulai terbawa suasana, jepret sana jepret sini, dan selesai dalam waktu ... mungkin 10 menit saja !  Tapi, kenapa ya,  kok saya jadi tidak ingin pulang, dan ingin tetap disitu memandang kemegahan bangunan bata merah itu !  Saya lihat lagi, dome yang di kiri, lalu gedung yang ditengah yang ada dua bendera Hinomaru yang berkibar, lalu selanjutnya lihat ke kanan lagi ada dome satu lagi, berikutnya gedung-gedung pencakar langit disebelahnya, gedung-gedung di seberang, sampai tak terasa kalau tubuhku telah berputar 360 derajat, keasyikan memandangi satu putaran pemandangan singkat. Saya hanya berdiri, sambil sesekali duduk/bersandar pada pembatas jalan,  melihat orang-orang  tertawa-tawa, sibuk berfoto disana sini, dan kadang-kadang saya bantu memotretkan mereka. Pokoknya saat itu, semua orang seperti satu pikiran dan satu perasaaan, merayakan hari istimewa ini.   Tidak terasa kalau saya telah menghabiskan waktu 1,5 jam disitu !  Padahal kalau menunggu kereta datang, yang kurang 1 menit saja, sudah merasa buang-buang waktu ! Puncaknya adalah waktu saya memandangi bagian gedung Marunouchi yang katanya didesain seperti Amsterdam's central station, dimana 2 bendera Hinomaru itu tertiup angin berkibar-kibar, tiba-tiba saya berbisik : "Arigatou Gozaimasu!", Terima kasih Tokyo ! , yang telah "memberi saya tempat" untuk menggariskan kehidupan disini selama 13 tahun. Menikah dengan orang Jepang, dan bersedia ikut suami hidup di sini adalah pilihan saya sendiri, tidak ada pihak manapun yang memaksa diri saya.  Meskipun kenyataanya, "Ibukota lebih kejam daripada ibu tiri", seperti judul film yang dibintangi Ateng,( yang menceritakan tentang Ateng yang mengadu nasib pergi ke Jakarta, tapi dia menemukan bahwa kehidupan di Jakarta itu kejam dan keras.) , saya juga mengalami apa yang dialami si Ateng itu. Kehidupan  Tokyo yang keras, serba cepat, selalu sibuk, time is money, dan lain-lain, membuat saya setiap hari dikejar-kejar waktu, atau malah kejar-kejaran dengan waktu ! Ditambah dengan fakta adanya perbedaan nilai-nilai kehidupan antara Jepang dan Indonesia, yang kadang-kadang membuat capek dan  menghela nafas. Every decision takes RISKS.  Saya terpaksa, mau tidak mau harus mau menanggung resiko, harus mau bersedia "ditempa" oleh Tokyo's hard life, yang sama sekali tidak pernah saya bayangkan. Hasil dari "Take the risk" dengan acara survival dan struggling saya, adalah ucapan tadi siang itu, TERIMA KASIH pada Tokyo, yang telah banyak mengajar dan sekaligus menghajar saya,  sehingga ada saya di hari ini. Perjalanan hidup saya di Tokyo masih terus berlangsung, dan saya "exciting" sekali menyambut hari esok, sambil bertanya-tanya, setelah ini ada kejutan apa ya dari  Tokyo, ajaran atau/dan hajaran lagi ?  Dua-duanya welcome !^^ To be continue .....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun