Mohon tunggu...
Belarminus Budiarto
Belarminus Budiarto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

MAHASISWA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Allah sebagai teladan Utama (Refleksi Singkat tentang Hal Mengasihi dan Mengampuni dalam Terang Iman Katolik)

23 April 2021   11:48 Diperbarui: 23 April 2021   11:59 4107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejauh mana kita mampu mengasihi dan mengampuni orang lain? Pertanyaan ini sebagai pengantar refleksi kita bersama tentang tema di atas. Dalam hidup keseharian manusia, “mencintai dan mengampuni” adalah kata-kata yang mudah diucapkan, namun sangat sulit untuk dilaksanakan, dipraktekkan dalam kehidupan konkret”. Bagi sebagian orang, mencintai dan mengampuni orang yang telah berbuat dosa terhadap mereka adalah sesuatu yang tidak mudah, butuh waktu dan proses yang panjang. Sebagai insan yang lemah, tentu kita menyadari hal ini sebagai kodrat kemanusiawian. Akan tetapi, segala sesuatu itu mungkin.  Kita dapat mengampuni sesama kita seberapa pun besar dosa dan kesalahannya terhadap kita, asalkan kita sungguh-sungguh mau mebuka diri terhadap kehendak dan rencana keselamatan Allah. Sebab bagi Allah segala sesuatu itu mungkin. Apa yang dipikirkan manusia tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Allah. Rencana Tuhan berbeda dengan rencana manusia. Hal ini mengingatkan kita bahwa Allah tidak dapat didefinisi dengan pikiran kita yang terbatas.

Allah tidak pernah berhenti mencintai manusia, oleh karena itu Ia selalu menawarkan perdamaian kepada kita. Bukti bahwa Allah sangat mencintai kita ialah dengan mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan dosa. Karya keselamatan ini mengajak, menyadarkan kita bahwa kasih Allah tidak bisa dibayar, tulus dan tak berkesudahan. Kelahiran, sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus mempersatukan kembali relasi kita dengan Allah, sesama dan segenap ciptaan. Kita adalah ciptaan yang unik, indah diantara ciptaan lainnya sebab kita diciptakan seturut gambar dan rupa-Nya (Imago Dei). Kita juga dianugerahi akal budi sehingga dapat dibedakan dari ciptaan lainnya. Semestinya kita mensyukuri hal ini.

Allah tidak pernah membenci kita, melainkan Ia adalah Pribadi yang penuh dengan Cinta, Partner dalam kehidupan kita. Setiap orang diundang senantiasa membuka diri untuk menerima rahmat dari Allah, memiliki kepekaan untuk senantiasa bertobat. Pertobatan manusia seharusnya juga berdampak pada pembangunan kembali alam lingkungan. Dalam hal ini, sakramen tobat atau rekonsiliasi mengingatkan manusia yang berdosa bahwa pendamaian itu juga mesti merangkum seluruh tata relasi manusia dengan alam sekitarnya. Langkah pertama yang perlu dimiliki adalah sebuah kesadaran bahwa dosa manusia ikut merusak lingkungan hidup. Selanjutnya, mungkin baik bilamana pertobatan itu diwujudkan dengan sikap menjaga dan melestarikan alam dan segenap isinya.

Sebagai orang katolik tentu kita menyadari bahwa Allah menjadi sumber kehidupan, maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah mencintai Allah. Dengan mencintai Allah secara total dan radikal, maka dengan sendirinya kita juga mampu mencintai diri sendiri, orang lain dan semua ciptaan. Insan yang benar-benar mencintai Allah akan nampak dari pikiran, ucapan dan tindakannya yang sesuai dengan ajaran dan perintah-Nya. Adalah benar bahwa mencintai atau mengasihi merupakan sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilakukan. Dalam injil kita juga menemukan bagaimana Yesus dalam pengajaran-Nya membahas mengenai hukum cinta kasih. Yesus mengatakan bahwa hal yang paling utama dalam kehidupan ini adalah hidup dalam kasih.

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhadapan atau mengalami peristiwa-peristiwa seperti yang sudah disampaikan di atas. Sebagai manusia lemah tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Contoh konkretnya, apakah bisa dengan hati yang lapang kita mampu memaafkan kesalahan orang yang sudah membunuh salah seorang dari keluarga kita? Tentu hal ini perlu dipertimbangkan, apakah pelaku pembunuhan itu perlu divonis atau diadili. Akan tetapi dalam hal ini kita perlu melihat Background dari peristiwa itu, apakah pelaku itu secara sadar, tahu dan mau melakukan tindakan keji semacam itu. Dengan demikian, barangkali pihak keluarga korban merasa puas sebab pelaku pembunuhan itu sudah menerima sanksi yang setimpal dari perbuatannya. Jarang sekali ditemukan dalam kehidupan ini ada orang yang dengan lapang dada menerima situasi atau peristiwa sulit seperti ini dalam kehidupannya. Akan tetapi, rahmat Allah memampukan kita untuk pentingnya mengasihi dan mengampuni kesalahan orang lain betapapun besar kesalahan dan dosanya.

Dalam gereja katolik sikap saling mengampuni atau memaafkan menjadi hal yang mendasar terciptanya kerukunan antarumat sebagai perwujudan kasih Allah yang telah mengampuni manusia dan bahkan membebaskan manusia dari belenggu dosa maut serta membawa seluruh umat-Nya pada keselamatan. Tindakan memaafkan atau mengampuni adalah suatu wadah demi terciptanya suatu kebaikan bersama, (bonum commune). Yesus Kristus adalah teladan yang baik dalam hal pengampunan. Yesus yang adalah Putera Allah mampu memaafkan kesalahan orang-orang yang telah menyiksa, menyalibkan Dia. Hendaklah kita demikian, mengampuni dan mendoakan orang-orang yang membenci kita. 

Paulus dalam tugas pewartaannya mau menyadarkan status kita sebagai orang Katolik bahwa sebenarnya kasih bukanlah pertama-tama datang dari dalam diri manusia melainkan dari Allah. Allah dengan segala kuasa dan cinta-Nya menurunkan rahmat kasih itu kepada manusia. Maka yang menjadi tugas kita sebagai umat Kristiani adalah membagi kasih itu kepada sesama dan segenap ciptaan yang ada. Dalam konteks kehidupan umat Katolik mencintai atau mengasihi adalah hukum yang pertama sebagai pegangan hidup, sebab hukum ini merupakan perintah Tuhan sendiri bahwa hidup orang yang beriman kepada-Nya harus didasari dengan kasih.

Pertobatan setiap orang berdosa bukanlah semata-mata berkat usaha atau kerja kerasnya melainkan suatu rahmat khusus yang diberikan Allah kepadanya secara Cuma-cuma. Jadi, Allah-lah yang berinisiatif menurunkan rahmat pertobatan kepada manusia sehingga manusia dapat bersatu kembali dalam damai dengan Allah, diri sendiri, orang lain dan segenap ciptaan. Seringkali manusia tidak menyadari hal ini. Rahmat dan anugerah-Nya itu sungguh luar biasa, tidak ternilai, tanpa batas, bagaikan air yang mengalir tiada henti. Dalam hal ini para imam juga berperan penting untuk mendorong, mengajak serta membawa umatnya ke dalam suatu pertobatan sejati melalui sakramen rekonsiliasi.

Bagi umat katolik bertobat berarti tindakan mencari Tuhan. Pencarian akan Tuhan megandung makna yang sangat mendalam. Artinya, seseorang yang mau bertobat secara radikal menyadari bahwa hanya  Tuhanlah sumber kehidupannya, keselamatannya, Dia yang mampu dan layak mengampuni dosa-dosa manusia. Mencari Tuhan berarti menunjukkan aksi manusia untuk kembali kepada Allah serta meninggalkan dosa  menuju keselamatan. Tuhan adalah jawaban dan tujuan dari orang yang bertobat.  Bertobat berarti sikap atau usaha yang dilakukan manusia dengan meninggalkan dosa dan bergegas menuju Allah, satu-satunya sumber kehidupan. Seseorang yang mau bertobat secara sungguh-sungguh berarti dalam dirinya ia memiliki kerinduan besar untuk bertemu Tuhan dan bahkan kerinduannya ini akan mengantar dia untuk menemukan Tuhan melalui doa-doa dan seruannya, melalui keheningan dan melalui perjumpaanya dengan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari, sebab, Allah juga hadir dalam diri setiap orang yang percaya kepada-Nya. Hati umat yang bersih adalah Bait Allah, tempat dimana Allah bersemayam. 

Dalam seruan-Nya kepada umat-umat yang belum bertobat, Yesus berkata: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Bdk, Mrk 1: 15). Pernyataan ini merupakan undangan kepada para pendengar pada saat itu dan berlaku juga untuk kita umat beriman yang percaya kepada-Nya. Pertobatan ini menuntut kita untuk menyadari dengan iman yang teguh, totalitas dan radikal dalam menanggapi sabda Yesus itu. Artinya, iman sejati kepada-Nya membawa kita pada keselamatan dan kehidupan kekal. Buah-buah dari pertobatan sejati itu ditandai dengan sikap tobat yang totalitas dan radikal, mengasihi sesama tanpa mengharapkan balasan, mengampuni atau memaafkan kesalahan orang lain tanpa perhitungan. Artinya pengampunan tanpa batas. Sekali lagi perlu kita ketahui bahwa Allah merupakan teladan dalam hal mengasihi dan mengampuni.

BY: ARMYNO BUDIARTO

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun