Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jempol

21 Februari 2023   14:00 Diperbarui: 21 Februari 2023   14:03 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jempol. Ibu jari itu disebut jempol. Banyak dari kita mengerti, acungkan jempol artinya memuji seseorang karena berbuat sesuatu yang luar biasa baik, benar dan bagus. Acungkan jempol itu gampang sekali. Hanya jarang dibuat. Sering kita kikir acungkan jempol. Hanya isyarat sedetik saja dirasa sulit. Padahal pengaruhnya dahsyat. Orang yang mengacungkan dan yang diacungkan jempol sama-sama terangkat dari lantai. Sentuh loteng. Bisa juga ubun-ubun sodoklangit. Mengapa tidak sesering mungkin angkat jempol satu sama lain?

Kita manusia ini ada empat unsur diberi TUHAN dalam diri kita: NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI. (4N, Kwadran Bele, 2011). Berdasarkan pendapat sederhana ini, saya tinjau banyak hal dalam diri kita manusia. 

NAFSU kita itu ingin pujian, acungan jempol. Kalau itu wajar, mengapa tidak? Cari acungan jempol dan pada saatnya, beri acungan jempol. Apa sulitnya? 

NALAR kita itu langsung analisis, apakah acungan jempol untuk saya ini wajar atau tidak. Sebaliknya, kita yang acungkan jempol, tepat atau tidak acungkan jempol untuk seseorang. Kalau itu wajar dan tepat pada tempatnya, mengapa harus pikir panjang untuk acungkan jempol kepada sesama yang patut mendapat acungan jempol? 

NALURI kita merasa sangat puas dan bangga kalau diacungkan jempol. Karena itulah jangan kikir untuk acungkan jempol untuk orang lain. Kalau ingin diacungkan jempol, harus rajin acungkan jempol untuk orang lain. 

NURANI kita menjadi damai, bening, tenang dan bahagia kalau lihat sesama acungkan jempol untuk diri kita pada waktu yang tepat dan pada saat yang tampan. Inilah kerjasama antara empat unsur dalam diri kita manusia yang hasilnya membuat diri kita melayang seperti malaikat biar tanpa sayap.

Jempol itu anggota tubuh yang sudah menjadi kebiasaan untuk diacungkan sebagai tanda pujian, penghargaan kepada sesama. 

TUHAN Yang melihat Ciptaan-Nya, kita manusia ini saling mengacungkan jempol, pasti senang dan setiap acungan jempol itu diberkati TUHAN. Itu maknanya ganda, rahmat untuk  diri yang mengacungkan jempol dan  untuk yang diacungkan jempol. Yang namanya cinta-kasih itu salah satu wujudnya adalah acungan jempol yang tulus ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun