Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Senyum

13 Oktober 2022   09:08 Diperbarui: 13 Oktober 2022   09:16 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Senyum. Senyum erat kaitannya dengan hal-hal ini: senang, segar, sehat, sukses, syukur. Tidak ada orang yang senyum waktu susah atau gagal. Sendiri senyum atau membuat orang lain senyum, dua hal yang berbeda. Sendiri senyum. Itu biasa. Tapi buat orang lain senyum, itu baru luar biasa. Muncul pertanyaan, bagaimana membuat orang lain senyum? Ini satu proses yang luar biasa canggih. Nafsu terpuaskan, Nalar tercerahkan, Naluri tersalur, Nurani teratur. Perpaduan empat keadaan ini yang membuat seseorang senyum dan menyebabkan orang lain senyum. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Senyum itu dambaan setiap orang. Sekali senyum, wajah memerah, bibir merekah, mata berbinar, hati bergetar. Ini yang harus terjadi pada diri kita manusia ini, saya, anda, dia, kita. Senyum itu tidak mudah karena halangan terlalu banyak. Tapi kalau sudah sempat senyum, harus disyukuri ulang-ulang. Syukur kepada siapa? Yah, kepada TUHAN. Karena TUHAN Yang buat kita manusia untuk senyum dari saat ke saat sampai kepada senyum abadi. 

Kalau manusia senyum, ada satu yang iri. Dia itu tidak pernah mau melihat manusia senyum. Itulah iblis. Dia ada untuk mengganggu dan selalu menggoda untuk manusia jauh dari senyum. Dia puas kalau manusia meringis, manusia dengan manusia saling sikut, saling senggol dan saling menjatuhkan. Segala bentuk kekacauan dan  kejatuhan adalah hasil dari kerja dia yang namanya iblis. Ini masih filsafat dalam kolom filsafat ini? Yah, ini filsafat, pikir sedalam-dalamnya tentang topik 'senyum'.

Senyum susah. Susah senyum. Karena apa? Dalam diri, sumber senyum terganggu. Siapa yang ganggu? Diri sendiri. Ditambah dengan peran iblis yang suka menyuruh sesama untuk membantu halangi seseorang untuk tersenyum. Nafsu terlalu besar, tidak tercapai, susah, tidak senyum. Nalar kacau, pikir aneh-aneh, ngeri. Tidak bisa senyum. Naluri diterpa rasa iri pada sesama, mana mungkin bisa senyum. Selalu sinis. Nurani huru-hara, tidak tenang, meradang tanpa arah. Semua ini terpadu membuat seseorang meratapi diri, menganggap diri paling celaka di antara sesama yang lain. Senyum tidak lagi terukir di wajah. Inilah yang disebut malang.

Senyum sendiri dan bagi senyum kepada sesama sambil membuat sesama senyum. Itulah hidup. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun