Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Alamat

17 September 2022   23:18 Diperbarui: 17 September 2022   23:23 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alamat. Tempat tinggal. Alamat bisa diartikan juga sebagai gejala. Ini alamat mau dapat celaka. Sekarang kita berfilsafat tentang alamat, tempat tinggal. Ada alamat tetap ada alamat tidak tetap, alamat sementara. 

Di dunia ini alamat tetap atau sementara? Pasti sementara karena teman yang tadinya tinggal di Belanda itu pindah ke Australia dan di Australia sudah tidak diketahui lagi di mana alamatnya. Dan terakhir ada berita dari kawan lain di Australia bahwa dia sudah meninggal. Berarti, baik di Belanda maupun di Australia, alamatnya sementara saja dan itu bukti bahwa di dunia ini, di belahan mana pun, cuma sementara. Tidak ada alamat tetap. 

Alamat ada sekedar untuk mudah dihubungi dan dijumpai. Tidak pernah ditulis alamat seseorang itu di kuburan. Kematian membuat seseorang kehilangan alamat. Bukti ini yang paling masuk akal bahwa tempat tinggal kita di dunia ini sementara saja. Tidak tetap.

Alamat tetap itu di mana? Mudahnya disebut di surga. Bisa juga di neraka. Ini ajaran agama. Setiap kita yang sudah dewasa mampu berpikir tentang adanya dua alamat ini, surga atau neraka, biar pun hanya dalam ajaran. Kita cuma sejauh percaya bahwa dua tempat itu ada sebagai alamat tetap. Yah, ngeri juga kalau alamat itu di neraka yang katanya penuh dengan sengsara dalam api yang bernyala-nyala. Syukur kalau alamat itu di surga yang katanya penuh dengan suasana bahagia abadi. 

Yang pasti bahwa kita manusia akan menuju alamat tetap, dua itu, atau-atau, surga atau neraka yang begitu sering dikotbahkan oleh para pemuka agama biar pun mereka sendiri belum pernah alami keadaan alamat tetap itu. Semua kita masih dalam perjalanan menuju ke sana.

Kita manusia ada Nafsu yang menggebu-gebu untuk menempati alamat tetap di dunia ini. Nalar kita pun tetap berputar untuk mengetahui segala upaya untuk memperoleh alamat tetap di dunia ini. Naluri kita terus digugah untuk hidup dan tinggal di suatu alamat yang tetap dan tidak berpindah-pindah. Nurani kita mengalami ketenangan kalau sudah menempati alamat tetap di bumi ini. Kerjasama empat unsur dalam diri kita ini, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani membuat diri kita tetap tidak tenang di alamat yang kita huni. (4N, Kwadran Bele, 2011). Maunya ada alamat tetap.

Alamat kita di dunia ini menjadi titik temu untuk kita bersekutu atau berseteru. Tinggal bersama atau tidak tinggal bersama di suatu alamat menjadi pergolakan baik dalam diri setiap kita atau dalam kelompok umat manusia di mana pun dan kapan pun. 

Apa salahnya kalau alamat tempat tinggal kita di dunia ini disadari sebagai alamat sementara yang tidak perlu dirisaukan? Sebenarnya di mana pun saja kita tinggal dan akui sebagai alamat tetap atau alamat sementara tetaplah disadari bahwa alamat yang sungguh-sungguh tetap itu tidak di dunia ini. 

Pencipta kita tidak membuang kita sebagai anak buangan yang mengembara di alamat yang tidak tetap ini. Pencipta kita, TUHAN, membimbing kita untuk semakin sadar dan semakin dekat ke alamat tetap kita sebagai tujuan dari hidup ini. 

Kesimpulannya, stop, berhenti dengan segala ulah memperebutkan alamat sementara di dunia ini. Tata bersama. Tinggal bersama. Biarpun hanya sementara. Itu lebih bijaksana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun