Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (38)

6 April 2021   20:17 Diperbarui: 6 April 2021   20:23 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu bagi. Satu dibagi dua, setengah. Itu bilangan. Hidup bukan bilangan. Hidup itu utuh. Kalau dibagi, tetap utuh. Tidak berkeping-keping. Nasi satu piring. Dibagi dua, segengah piring. Dua orang makan, tiap orang setengah piring. Hidup tidak demikian. Seorang bagi hidupnya bagi orang lain, hidup dalam diri yang membagi tidak kurang. Hidup dalam diri yang diberi bagian itu tidak bertambah. Tetap utuh dua-duanya. Di situlah letak rahasia hidup, harus dibagi dan tidak kurang, tetap utuh. Kalau tidak dibagi bagaimana? Tidak mungkin tidak dibagi. Tetap harus dibagi, mau tidak mau. Dengan sendirinya hidup itu bagi dan terbagi. Membagi dan dibagi, itulah hidup yang kita manusia hidupi. Cara bagi hidup itu harus baik, benar dan bagus.

Mama bagi hidupnya bagi anak-anak. Guru bagi hidupnya bagi murid-murid. Majikan bagi hidupnya bagi para buruh. Hidup itu rangkaian kegiatan bagi membagi. Nafsu dalam diri manusia itu terdesak dan terdorong untuk membagi hidup. Bagi apa saja dalam diri manusia kepada manusia lain. Nalar terus menggugah diri manusia untuk bagi apa yang diketahui dan dialami oleh seseorang kepada orang lain. Naluri menghantar diri seseorang untuk bagi suka dan suksesnya kepada orang lain. Nurani terus menjaring dan menyaring hidup lalu membagi sari pati hidup itu kepada orang lain. Empat unsur dalam diri manusia ini: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani (4N) bekerja sama untuk membagi hidup dalam diri manusia dan dengan demikian manusia hidup. Tanpa membagi, manusia tidak bisa hidup. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Hasil dari bagi hidup melalui Nafsu, manusia itu senang. Hasil dari bagi hidup melalui Nalar, manusia itu gembira. Hasil dari bagi hidup melalui Naluri, manugia itu puas. Hasil dari bagi hidup melalui Nurani, manusia itu bahagia.  Empat hasil dari bagi-membagi hidup ini: senang + puas + gembira + bahagia dan terpadu jadi satu sebagai hasil upaya manusia selama hidup masih ditampung badan dalam lingkup ruang dan waktu.  Lalu bagi-membagi hidup ini terus berlanjut sesudah hidup pribadi manusia itu sudah terlepas dari kungkungan ruang dan waktu. Ungkapan yang lazim, mati. Mati bukan akhir hidup di dunia, tapi mati itu saat manusia dinyatakan selesai berziarah dan tiba di alam keabadian. Dalam alam keabadian, hidup itu terus bagi diri dalam arti kebersamaan yang utuh senang, puas, gembira dan bahagia. Sumber senang, puas, gembira dan bahagia ini, DIA, TUHAN. DIA -lah yang atur kita di dunia ini untuk bagi hidup antar kita dengan kita sebagai ciptaan-Nya. Jangan kikir dengan hidup. Jangan boros dengan hidup. Bagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun