Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (42)

26 Januari 2021   20:07 Diperbarui: 26 Januari 2021   20:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh sembahyang kapan pun di mana pun. Sakit sembahyang, sembuh sembahyang. Di rumah, di kebun, di kantor, sembahyang. Di jalan sembahyang, di mana-mana sembahyang. Memang inilah kegiatan pertama dan utama dari tokoh di dunia ini. Tokoh itu sembahyang terus. Memang ada ajaran dan tradisi dalam agama-agama, demi kebersamaan, ditentukan tempat tertentu, waktu tertentu dan cara tertentu untuk sembahyang, berdoa. Tokoh taat pada ketentuan itu tapi tidak terpaku mati sehingga bisa sembahyang di mana saja dan kapan saja. Tokoh ada nafsu makan. Dia makan. Sebelum dan sesudah makan, sembahyang. Tokoh ada nalar yang menghantar dirinya untuk putuskan mana benar mana salah. Tokoh sadar lewat sembahyang dirinya semakin kejar apa yang benar. Tokoh ada naluri untuk selalu ingat orang lain dalam sembahyang. Tokoh ada nurani yang yakinkan dirinya bahwa lewat sembahyang itulah dirinya bersatu dengan sesama dan TUHAN. Inilah keterpaduan antara 4 unsur dalam diri tokoh sehingga tokoh itu sembahyang dan sembahyang setiap saat di mana pun saja dia berada. NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI, empat unsur dalam diri tokoh  terpadu dalam sembahyang. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Tokoh biasa tahu ada tempat-tempat khusus untuk sembahyang. Ini biasa diketahui lewat agama yang dia anut. Tokoh tidak pernah mau membanding-banding tempat, waktu dan cara sembahyang tokoh lain dari agama yang berbeda dengan dirinya. Saya, anda, dia, kita, adalah tokoh yang sembahyang ikut ajaran dan tradisi agama kita masing-masing. Semua sembahyang itu tertuju kepada DIA, SANG PENCIPTA kita. Cara berbeda, bahasa berbeda, tetapi satu maksud, satu tujuan. Sembahyang mohon berkat, bukan mohon kutuk. Berkat itu sumbernya hanya satu, DIA, YANG MAHAESA. 

Tokoh itu hidup dengan penuh kepastian karena sembahyang. Segala cobaan, segala rintangan, segala derita, tokoh atasi dengan sembahyang. Segala kesenangan, segala keberutungan, tokoh syukuri dengan sembahyang. Tokoh mohon pada TUHAN kalau dia butuh apa-apa. Tokoh menyesal dan bertobat dalam sembahyang kalau dia sadar bahwa dia sudah bersalah terhadap sesama dan TUHAN. Tokoh bersyukur kalau dia sudah dapat berkat dari TUHAN. Tokoh memuji TUHAN karena sudah diberi kehidupan. Sembahyang dari tokoh itu ada empat tingkat: mohon, tobat, syukur dan pujian kepada TUHAN. Hidup tanpa sembahyang ibarat manusia tanpa darah, mati. Hidup itu sembahyang, sembahyang itu hidup. Tokoh hidup dari sembahyang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun