Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (41)

24 Januari 2021   13:09 Diperbarui: 24 Januari 2021   13:09 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh sembahyang. Di mana-mana, kapan pun saja, tokoh itu sembahyang. Hebat? Tidak. Sembahyang itu hal biasa. Itu tugas pertama dan utama dari tokoh. Setiap tokoh itu sembahyang. Sembahyang itu tugas pertama dari lima tugas tokoh di dunia ini. Empat tugas yang lain: Sabda, Sujud, Belajar, Bekerja jadi hampa tanpa Sembahyang. Jadi lima tugas ini: Sembahyang + Sabda + Sujud + Belajar + Bekerja (3S + 2B) adalah lima tugas yang membuat tokoh bisa hidup dan untuk itulah tokoh itu hidup. Tiga tugas yang pertama, Sembahyang + Sadba + Sujud, (3S) diteruskan sesudah hidup di dunia ini. Dua tugas terakhir, Belajar + Bekerja (2B) berakhir di dunia ini. Hasil dari 3S, abadi, kekal, baka. Hasil dari 2B, sementara, fana. Hasil dari 3S dibawa ke seberang. Hasil dari 2B ditinggalkan sewaktu tokoh meninggal dunia. Hasil dari Belajar, misalnya gelar Sarjana, ditinggalkan dan hanya laku untuk dibacakan dalam daftar riwayat hidup tokoh waktu tokoh sudah berbaring kaku. Hasil dari bekerja, paling-paling jadi warisan atau hibah untuk panti asuhan sesudah tokoh berpulang. Dua tugas ini, Belajar, Bekerja, tidak dibawa, ditinggalkan jadi kenangan. Sewaktu masuk pintu surga, yang ditanya, bukan gelar dan harta, tapi hasil dari 3S: Sembahyang sungguh-sungguh? Sabda sungguh dihayati dan diamalkan? Sujud dalam bentuk ibadat, kebaktian, upacara pemujaan dilaksanakan dengan tulus ikhlas? Inilah yang ditanya. Dua yang lain, Belajar dan Bekerja, tidak ditanya lagi karena sudah terlebur dalam kegiatan Sembahyang, penghayatan Sabda dan pengungkapan Sujud-syukur. Jadi ijazah dan sertifikat keilmuan apa saja tidak perlu difoto-copy dan dilegalisir untuk berdiri di ambang pintu surga. Daftar harta kekayaan didiamkan saja karena tidak akan diminta pelaporannya pada saat itu kelak. 

Berarti, di dunia ini, tokoh itu Sembahyang saja? Amalkan Sabda saja? Sujud saja? Tidak. Untuk buat ketiganya harus dibantu dengan dua yang lain, Belajar dan Bekerja. Tanpa Belajar dan Bekerja, tokoh tidak bisa Sembahyang, tidak bisa amalkan Sabda dan tidak bisa Sujud-syukur. Lima tugas itu harus dilaksanakan oleh tokoh secara utuh, seimbang. Bukan berarti tokoh itu usianya lima puluh tahun, dibagi lima, sepuluh tahun Sembahyang, sepuluh tahun hayati dan amalkan Sabda, sepuluh tahun Sujud-syukur dalam ibadat, sepuluh tahun Belajar dan sepuluh tahun Bekerja. Tidak. Hidup untuk laksanakan lima tugas itu bukan angka pembahagian jumlah tahun dan bukan periodisasi kegiatan. Kesungguhan pelaksanaan tugas itu yang dibutuhkan oleh DIA.

Sembahyang yang dibuat tokoh bukan soal tempat, waktu, susunan kata-kata, aturan gerak-gerik. Tokoh, yaitu saya, anda, dia, kita, Sembahyang dengan: dorongan Nafsu yang teratur, pemahaman Nalar yang jernih, panggilan Naluri yang jujur dan permenungan Nurani yang teduh. (4N, Kwadran Bele, 2011). Itulah yang TUHAN wajibkan untuk dibuat oleh tokoh. Selesai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun