Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (37)

20 Januari 2021   18:41 Diperbarui: 20 Januari 2021   18:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh beragama dengan nurani. Beragama dengan hadir di mana-mana dalam acara keagamaan, itu kelihatan. Itu karena dorongan nafsu yang baik. Tokoh hadir secara fisik karena dorongan nafsu untuk tampak hadir di antara sesama. Tokoh juga yakin akan manfaat keikut-sertaan dalam acara keagamaan sesuai yang ia fahami dengan nalar tentang ajaran agama yang dianut. 

Tokoh ikut serta menyumbangkan sejumlah milik untuk penyiaran agamanya karena secara naluri ia merasa terpanggil untuk ikut serta bersama orang lain mengembangkan agamanya kepada orang lain. Jadi ada dorongan nafsu, nalar dan naluri dalam hidup beragama seorang tokoh. Ini wajar dan harus. 

Satu hal yang tidak kelihatan ialah bahwa tokoh itu beragama berdasarkan bisikan nurani. Lewat nurani tokoh sadar bahwa beragama itu bertemu dengan DIA YANG ia sembah, TUHAN. Empat unsur dalam diri manusia ini, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI bersatu menghantar tokoh menjadi tokoh yang beragama tanpa embel-embel cari nama, cari untung dan cari aman secara gampangan. Pokok segala dorongan tokoh untuk beragama ini, ada di dalam nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Nurani tokoh menuntun diri tokoh yang beragama itu untuk mengangkat hati kepada TUHAN dan mengulurkan tangan kepada sesama. Nurani tokoh menuntun dirinya untuk menyadari keterbatasan sehingga sering jatuh dalam kekeliruan dan dosa. Segera tokoh sadar kedosaannya dan bertobat, mohon maaf pada sesama dan mohon ampun pada TUHAN. Ini kerja nurani dalam diri tokoh. Nurani itu menegur tokoh kalau bersalah, memuji tokoh kalau berbuat benar. Ukuran salah dan benar itu diajarkan dalam agama. Tokoh taat beragama karena tokoh membutuhkan arahan untuk kendali nafsu, segarkan nalar, amalkan naluri dan murnikan nurani. 

Tokoh beragama berdasarkan tuntunan nurani sehingga tokoh tidak jadi hamba nafsu yang keliru. Tokoh tidak jadi pecundang dalam beragama yang suka palsukan kejernihan nalar. Tokoh tidak kejar tenar dalam beragama atas dasar naluri yang mabuk kuasa dan gemar hura-hura. Tokoh tidak tuli terhadap bisikan nurani yang tunjuk kotornya pikiran dan bobroknya tindakan. 

Tokoh beragama dengan nurani secara murni dan di sanalah tokoh mendapat keteduhan bathin yang ia peroleh dari TUHAN. Tokoh itu adalah saya, anda dia, kita manusia ini yang tetap ada dalam naungan maha teduh dari YANG MAHA AGUNG. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun