Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Asing dari Sudut Filsafat (5)

19 Oktober 2020   16:34 Diperbarui: 19 Oktober 2020   16:39 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Asing bukan terbuang. Asing bukan celaka. Asing bukan karena diasingkan. Kita manusia ini asing di dunia bukan karena oleh PENCIPTA kita diasingkan dari kediaman asli ke kediaman asing. Dalam NURANI kita ada kesadaran bahwa PENCIPTA kita itu ada tetap bersama kita mulai dari awal adanya setiap kita sampai ke akhir ziarah kita di dunia ini dan tiba di hidup yang penuh kelimpahan tanpa ada lagi kekurangan sana - sini. 

Asing itu pengalaman. Dari saat kita dikandung sampai saat kita mati, kita memang asing dengan kehidupan karena kita dibimbing untuk mengalami kasih dari YANG MAHA PENGASIH. 

Tidak mungkin TUHAN itu sengaja jauhkan kita, buang kita, asingkan kita, susahkan kita, buat kesasar sampai kita jera baru dipanggil kembali untuk alami kediaman yang indah penuh suka-cita.  NURANI kita menyadarkan kita bahwa setiap diri kita itu kesayangan YANG MAHA PENYAYANG. Tak sedetik pun kita dijauhkan dari kasih-sayangNYA. 

NURANI kita tidak tega untuk menyatakan bahwa ada manusia lain yang tidak disayangi PENCIPTA. Atas dasar inilah NURANI membisikkan bahwa pikiran atau perkataan apa lagi perbuatan apa pun saja yang menyakiti sesama, karena menyakiti sesama, sangat bertentangan dengan maksud dari DIA YANG MAHA KASIH itu.

Hidup kita ini perjalanan sebagai orang asing yang sedang bertamasya di dunia yang  tidak lain tidak bukan, taman indah yang diciptakan oleh PENCIPTA itu untuk kita alami dari saat ke saat dengan seluruh keutuhan diri kita. Unsur pertama dalam diri kita, NAFSU, sebagai  dorongan untuk mencicipi segala kenikmatan dengan penuh suka-cita. 

Kita diberi NALAR untuk mengalami ziarah ini tidak dalam kekangan tetapi dengan penuh keleluasaan berpikir dan menemukan hal-hal baru dan indah. NALURI kita sengaja dihadiahkan oleh PENCIPTA untuk menapaki ziarah ini bersama orang lain tanpa pilih kasih karena kita semua sama-sama dikasihi PENCIPTA. 

NURANI kita ada untuk menampung kenikmatan NAFSU, penemuan NALAR, kebersamaan NALURI. Inilah rahasia agung situasi kita sebagai orang asing di negeri asing tanpa diasingkan malah didekap erat oleh PENGASIH setiap saat agar tidak tersandung oleh kelikir dan tergores oleh onak duri selama hidup di pengasingan. 

Perpaduan NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI ini dikaruniakan oleh PENCIPTA untuk kegiatan tamasya sebagai orang asing di dunia yang asing ini. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Sebagai orang asing, kita diberi kebebasan oleh PENCIPTA  untuk memilih dan menentukan sendiri buah mana yang mau dipetik dan dimakan. Segala macam buah sudah disediakan dalam keadaan ranum di taman ini. 

Sebagai orang asing sudah diingatkan oleh PENCIPTA, jangan makan buah yang mengandung racun yang mematikan. Buah beracun itu adalah buah yang kulitnya iri, isinya benci dan sarinya dengki. Buah ini yang dilarang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun