Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Lagu" dari sudut Filsafat

4 Agustus 2020   21:46 Diperbarui: 4 Agustus 2020   21:51 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lagu itu kata-kata bernada. Nada bisa sekian sampai jadi nyanyi. Gaya bicaranya lagu Jawa. Gaya bicara bapak ini lagu Ambon. Lagu menampakkan diri pembicara. Dari lagu bicaranya, diketahui, dia sedang marah atau sedang gembira. Lagu bicara seorang itu muncul dari NAFSU yang sedang membara mengejar satu keinginan atau NAFSU yang terkendali dan halus membujuk sesama untuk mengikuti kehendaknya. 

Kemauan NAFSU dapat tergambar dalam lagu pembicaraan, halus atau kasar. Kalau orang sedang serius mencari jalan ke luar dari satu masalah, NALAR orang itu akan berkeliaran ke sana-sini mencari rumusan yang jitu untuk mengungkapkan pertimbangannya. Lagu bicara orang ini rendah, perlahan, seolah mau menancapkan kata demi kata di benak orang yang ia hadapi. 

Ia menantikan persetujuan. Lagu bicara orang yang mencari dukungan biasa tehanyut oleh NALURI pembicara dengan penuh wibawa untuk mempengaruhi orang lain untuk merapat pada dirinya dan menerima dirinya sebagai idola. Kata-kata tak terucap biasanya mengendap dalam NURANI orang yang sedang mendapatkan pembenaran atas dirinya bahwa dirinya telah berbuat kebajikan yang membahagiakan orang lain, bukan membahayakan. 

Empat unsur dalam diri manusia ini, 4N, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI (Kwadran Bele, 2011) menyatu melambung lewat lagu bicara seseorang dengan nada sendu, haru, atau lugu, lucu, membuat pendengar terhanyut lagu bicara yang mendayu merayu dan sama-sama terbuai rasa bahagia. 

Sebaliknya lagu suara seseorang bisa membakar semangat pendengar sampai pendengar atau seorang saja atau banyak orang, terbawa arus emosi pembicara sampai bertindak brutal di luar akal sehat. Ini semua tergantung pada lagu dan nada pembicara yang menggemakan empat unsur, 4N dalam dirinya.

Lagu bisa jadi nyanyi. Lagu suara yang disusun dengan tangga nada yang pas menjadi nyanyian yang sangat kuat daya tarik atau daya dekap dari pembawa lagu yang dinyanyikan itu sehingga para pendengar dapat melompat ria bila lagu itu gembira, atau ramai menyeka air mata bila lagu dalam bentuk nyanyi itu mengisahkan rasa pilu teriris sembilu. 

Dalam kuasa kita manusia untuk menampilkan diri lewat lagu suara kita. Binatang apa pun mampu sebatas lagu suara yang tidak berubah dari generasi ke generasi. Tetapi kita manusia, dapat berlagu sesuai zaman dan tempat, adat dan martabat. Seseorang dapat mengatur lagu bicara sesuai martabatnya. Lagu bicara pun dapat diatur sesuai tersalurnya NAFSU, terukurnya NALAR, terkendalinya NALURI dan terhanyutnya NURANI. 

Lagu bisa marah atau ramah. Lagu bisa dengki atau damai. Lagu bisa culas atau tulus. Hanya ingat, kita manusia ini diwajibkan oleh PENCIPTA untuk selalu di mana-mana dan kapan pun saja menyuarakan lagu damai dan kasih sejati. Apa itu? Yah, pikir bijak, bicara benar, buat baik terhadap diri, sesama dan alam sekitar dalam naungan DIA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun