Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Megah dari Sudut Filsafat

15 Juli 2020   09:11 Diperbarui: 15 Juli 2020   16:22 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Megah, kata yang luar biasa. Heran kata Indonesia yang satu ini, ucapan senapas dengan isinya. Megah, sejalan dengan kata-kata 'Wah', 'Hah','Haha', 'Aha'. Kata-kata ini langsung menggambarkan apa isi hati manusia yang mengungkapkannya. Alangkah megah ruangan ini. Megah mengandung besar, agung, indah. Itu ungkapan di mulut. Bunyi yang membuat pengucap dan pendengar sama-sama melambung tinggi setinggi langit. Kata megah biasanya spontan, ungkapan kagum campur kaget, kaget camur  kagum. terpadu. Sering orang terpana, terhenyak, terpaku sejenak, menghela napas, sulit bernapas sesaat. Itu diungkapkan dengan kata 'MEGAH'.

Apakah kita bangun pagi, dari jendela memandang ke luar, dan berseru, 'Wah, pagi ini alam megah sekali'?  Terbang di atas Jakarta, berseru biar dalam hati, "Wah Jakarta ini megah sekali". Ungkapan ini berkaitan dengan hamparan, besaran ruang yang luas, lapang, indah. Hanya kita manusia dapat mempunyai kesan ini sejauh diri kita pun dalam kondisi megah, sama-sama megah, gayung bersambut. Tidak mungkin seorang sakit gigi di atas pesawat memandang ke luar dan berseru, "Wah kota ini megah". Megah di luar tidak disambut dengan megah di dalam. Di luar megah, dalam hati galau. Ungkapan megah membutuhkan syarat tertentu. Syarat itu muncul dari 4N: NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI. (Kwadran Bele, 2011). 

NAFSU manusia untuk menikmati kelapangan, kebebasan, keagungan, keindahan, mendorong manusia untuk mendekap alam yang dia anggap megah, indah dan ramah. NALAR menggebu-gebu menakar betapa megahnya alam, lingkungan dan ruangan lalu merangkul NAFSU untuk sama-sama berayun ria berdecak kagum menatap megahnya sekitar. NAFSU dan NALAR bergandengan mendekap NALURI dan bersorak ria meneriakkan ke segala penjuru mata angin bahwa benar, alam itu megah. Tiga sekawan ini membuat NURANI tercengang, dan bertanya apa gerangan, dan sesudah mengetahui alasan ketiganya beria-ria, langsung turut bertempik sorak, benar, alam itu megah, karena DIA YANG Menciptakan itu Sumber segala Sumber kemegahan, DIA itu Maha MEGAH. 

Kita manusia bahagian tak terpisahkan dari megahnya alam ini. Heran dan aneh, kalau alam yang megah ini kita ciderai dengan ulah yang aneh-aneh. DIA Yang menciptakan itu jelas-jelas menyatakan, "Ini, alam ini, untuk kamu, jaga baik-baik dan pakai hati-hati".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun