Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Korupsi dari Sudut Filsafat

13 Juli 2020   09:59 Diperbarui: 13 Juli 2020   10:12 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kata korupsi sudah sangat biasa di Indonesia ini sehingga banyak orang tidak lagi ambil pusing tentang arti dan asal-usul kata ini. Anak SD pun mengerti korupsi itu gelapkan uang pemerintah dan kalau ditangkap, masuk penjara. 

Dari sudut filsafat, korupsi dipelajari secara mendalam, maka secara sederhana dimengerti sebagai tindakan manusia tertentu yang menyalah-gunakan wewenangnya untuk memakai uang atau barang milik orang lain untuk memperkaya diri. 

Kata korupsi ini berasal dari kata bahasa Latin, 'rumpere', artinya: memecahkan, merusakkan, mendobrak. Pemecahan, perusakan, pendobrakan, 'ruptio'. Pemecah, perusak, pendobrak, manusianya disebut 'ruptor'. Itu kalau seorang diri. 

Kalau bersama orang lain, maka kata Latin, menambah, 'co-' sehingga kata itu menjadi 'corrumpere' artinya: memecahkan, merusakkan atau mendobrak secara bersama-sama.  Tindakan itu sendiri disebut 'corruptio' (Th. Verhoeven, 'Kamus Latin-Indonesia, Nusa Indah, Ende, 1969).

Dari sudut filsafat saya memakai cara ini, penelusuran berdasarkan 'Kwadran Bele, 2011, 4 N: NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI.  Orang atau orang-orang yang mempunyai NAFSU memiliki uang, hal biasa dan baik. Itu haknya, hak mereka. Tapi NAFSU memiliki uang atau barang yang bukan haknya, pasti tidak bisa diterima oleh siapa pun. 

Kalau sudah ada dorongan NAFSU untuk menguasai milik orang lain, di luar haknya, misalnya kontraktor bangun jembatan umum dengan anggaran 100 juta dan haknya sebagai keuntungan, 10 %, berarti dapat uang 10 juta tetapi karena NAFSU begitu besar maka dia cubit 5 juta lagi sehingga menjadi 15 juta, maka inilah yang disebut korupsi, ambil hak masyarakat dan pemerintah, 5 juta di luar haknya. 

Untuk korupsi 5 juta ini, kontraktor itu 'main otak', sampai uang 5 juta masuk ke kantongnya tanpa diketahui oleh pemilik anggaran, masyarakat dan pemerintah. 'Main otak' inilah masuk karya NALAR. 

Dalam kasus korupsi, biasanya beberapa orang sama-sama 'main otak' dan semua dapat bahagian. NALAR dari orang-orang ini sudah rusak, dan merusak secara bersama-sama tanpa merasa bahwa tindakan itu sama saja dengan mencuri. 

Bayangkan, jembatan yang harus dibangun dengan anggaran sekian, karena sudah dicuri maka campuran semen dibuat kurang kuat, besi yang dipakai dari mutu yang kurang, akibatnya jembatan yang seharusnya bertahan misalnya 40 tahun, baru dipakai 20 tahun, sudah rusak. Ini merugikan sesama pemakai jembatan, masyarakat dan pemerintah. 

NALURI orang-orang ini sudah tumpul, masyarakat dirugikan atau tidak, tidak diperhitungkan. Ada kontraktor yang mendapat keuntungan cukup besar, dan pada acara 'amal', orang lain yang hadir menyumbangkan seratus ribu rupiah, dia dengan bangganya menyumbangkan satu juta. 

Semua yang hadir berdecak kagum atas kemurah-hatian sang kontraktor. NURANI orang ini sengaja diberangus oleh dirinya sendiri sambil menghibur diri, yang penting saya dapat nama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun