Mohon tunggu...
Ma`mar .
Ma`mar . Mohon Tunggu... -

membaca dan menulis. itu saja

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sepotong Kasih Sayang dari Padang Sidempuan

19 Agustus 2014   21:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:07 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408449608243798278

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."

At-Tahrim: 6

Tidak bisa dipungkiri, salah satu dasar yang menentukan keberhasilan suatu masyarakat yaitu keluarga-keluarga yang kuat dan harmonis. Seorang ayah, sebagaimana sering disebut sebagai pemimpin keluarga, tentu punya peranan paling sentral. Ilmu pengetahuan, ketegasan dalam memimpin, dan yang tak kalah penting, limpahan kasih sayang, harus dimilikinya. Annisa F Rangkuti dalam bukunya Aku dan Ayah, mencoba memotret bagaimana peran seorang ayah mencurahkan kasih sayangnya dengan caranya sendiri, hingga menjadi sumber inspirasi, dan pada akhirnya, panutan bagi kehidupan anaknya.

Buku ini disajikan dalam bentuk narasi dan percakapan layaknya cerpen atau novel. Tokoh Aku adalah ayah penulis sendiri, dan si Ayah, tentu saja, kakeknya. Maka hampir bisa dipastikan, segala cerita yang terangkai di buku ini adalah buah dari penuturan ayah penulis yang kemudian diceritakan kembali.

Boleh jadi ada pertanyaan, buat apa menulis biografi keluarga sendiri yang 'biasa saja' peranannya dalam masyarakat? Bukankah lebih menarik menulis tokoh politik handal, artis terkenal, atau bahkan penemu dasar teknologi yang mengubah arah sejarah?  Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat wajar lantaran pada dasarnya manusia memang ingin selalu merasa hebat atau menjadi pusat perhatian bagi lingkungan sekitar. Tapi sebenarnya, dari cerita-cerita sederhana, kita bisa belajar untuk bijaksana yang sepertinya sering dilupakan. Orang hebat belum tentu bijaksana tapi orang bijaksana sudah pasti hebat, setidaknya untuk keluarganya.

Buku-buku setipe ini sebenarnya berpeluang juga menjadi best seller bila disajikan dengan apik dan mengambil sudut pandang tepat. Buku Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga) sebagai contoh. Ia menceritakan bagaimana keluarga miskin di Saga, Jepang, menghadapi kesulitan hidup dengan sangat ceria. Saya pernah menulis resensinya di sini. Bedanya dari buku Aku dan Ayah, Yoshici Shimada, penulis buku Gabai Bachan adalah  pelaku sendiri dengan neneknya yang super hebat.

Kembali ke topik inti, sejalan sampulnya yang sederhana, Aku dan Ayah juga memuat kisah-kisah sederhana dari mulai  Amiruddin Rangkuti (tokoh Aku) lahir sampai disambut meriah di kampung setelah berhasil merampungkan gelar sarjana di Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Meski demikian, justru kekuatan muncul dari konflik-konfik sederhana yang malah menurut saya, menjadi keunikan buku ini. Ditambah penulis fasih membuat narasi serta sesekali dibumbui dengan dialog-dialog lokal Mandailing.

Sang Ayah adalah guru Sekolah Rakyat (SR) di desa Sibatu di tahun awal kemerdekaan. Meski Amir sekolah diajar langsung oleh ayahnya, bukan berarti mendapat perlakuan istimewa. Sebaliknya, Amir malah mendapat hukuman lebih berat di saat melakukan kesalahan. Tapi saat hukuman malah membuat badan anaknya panas, si Ayah lekas menghiburnya dengan mengajak makan sup Wak Akhirun yang biasanya hanya makan di sana saat sawah panen.

Pada bab Balada Sepeda Ayah--fragmen terbaik menurut saya--tergambar jelas bagaimana di balik sifat tegas dan protektif, terselip kasih sayang yang sesungguhnya. Ketika ada tamu yang berkunjung dan berbincang dengan Ayah, Amir dan kakaknya, Kak Nur, diam-diam membawa sepeda itu dan bergantian mengendarainya di lapangan. Malang, Amir menabrak pohon dan sepeda satu-satunya Ayah dan dipakai kemana-mana, terbelah dua. Jangan ditanya bagaimana perasaan Amir membayangkan kalau Ayah mengetahuinya. Tapi ternyata, setelah mendapat pengakuan dari anak-anaknya, Ayah hanya meminta Amir untuk menemaninya ke kota untuk memperbaiki sepeda.

Lantaran SR di Sibatu hanya sampai kelas 2, Amir mau tidak mau harus pindah ke Sekolah Negeri 6 Padang Sidempuan. Saat Amir duduk melamun memikirnya sekolahnya yang jauh, ayahnya menasehati:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun