Mohon tunggu...
Bekti Sawiji
Bekti Sawiji Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis musiman.

Menaruh minat terhadap cerita digital (digital storytelling), cara baru bercerita menggunakan teknologi modern. Memiliki website: www.ceritadigital.com yang memuat cerita digital bidang sosial dan pendidikan hasil workshop dan hasil karya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Melafalkan Al-Fateka Dimaafkan?

10 Oktober 2018   13:26 Diperbarui: 10 Oktober 2018   13:47 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru keesokannya muncul postingan menarik yang membahas tentang isu "AL-FATEKA" ini. Saya langsung tertarik dan membaca sampai tuntas dan tak cukup itu, saya membacanya berulang-ulang, senang. 

Tulisan bagus berjudul Menjawab Soal Kesalahan makna "AL-FATEKA" tersebut memberikan pencerahan kepada pembaca agar kita juga instrospeksi terhadap bacaan Alquran kita karena selain membahas fonologi dan semantik kata tersebut, Ustadz Miftah juga mengajak kita untuk belajar. Namun demikian ada telaah kritis saya terhadap beberapa bagian tulisan tersebut.

Ustadz Miftah mengatakan bahwa soal aksen kita tidak boleh saling menghujat dan hina. Oleh karena itu, menurut saya kita wajib meluruskan siapapun termasuk Presiden Jokowi cara melafalkan bunyi yang salah dengan cara yang baik dan santun. 

Penggalan video itu sengaja disebar justru untuk mempertontonkan kelemahan seseorang yang hal itu sebenarnya bisa menimpa siapa saja, termasuk kita orang muslim, bahkan imam-imam di masjid sekalipun! Janganlah kita nyinyir dan mengejek-ejek beliau karena beliau juga saudara sesama muslim. Tidak bermaksud membela sang Presiden, bunyi FATEKA yang diucapkan mungkin lebih baik dari bunyi yang dihasilkan oleh saudara kita yang lain di lingkungan sekitar kita. Jujur saja, masih banyak orang disekitar kita melafalkan PATEKA. Nah. 

Barangkali kita perlu sesekali datang ke ahli Alquran untuk menguji bacaan Al-fatihah kita. Bisakah kita sekali baca langsung benar? Di YouTube, Ustadz Abdul Somad menceritakan pengalamannya belajar membaca surat Al-fatihah di Mesir. Beliau baru bisa beranjak ke surat Al-Baqarah setelah belajar membaca Al-fatihah selama 3 Bulan! 

Di kesempatan lain di YouTube (maaf saya masih mencari ulang video tersebut karena ada ratusan video yang tidak pernah saya download) Ustadz Somad juga mengatakan bahwa bacaan yang salah ada yang bersifat ma'fu atau bisa dimaafkan. Bunyi Tsa, misalnya, sering di baca dengan sa. Mengapa? Karena sistem bunyi ini tidak ada dalam bahasa kita. Bahkan dengan jenaka Ustadz Somad mencontohkan kalimat lucu. Beliau mengatakan, " Tidak akan ada bunyi Tsaya Tsuka Utstadz Tsomad" dan lansung diikuti tawa penonton.

Di bagian berikutnya Ustadz Miftah mengatakan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang paling kaya makna dan paling sensitif terhadap pergeseran makna. Saya rasa, bukan hanya Bahasa Arab yang kaya makna dan sensitif terhadap pergeseran makna. Tengok saja bahasa kita sendiri (Bahasa Indonesia atau Bahasa Daerah lainnya). Ia malah lebih unik lagi.

 Betapa tidak, kita memiliki yang namanya homograf, tulisan sama bacaan dan maknanya berbeda misalnya pada kata "APEL" yang bisa dibaca berbeda dimana pertama kata tersebut dilafalkan APEL (seperti dalam PENA) yang artinya upacara, megunjungi pacar dll (lihat KBBI) dan yang kedua dilafalkan APEL (seperti dalam TEGAR) yang artinya pohon atau buah apel. 

Nah, itu baru tulisan sama saja sudah beda artinya apalagi kalau ada kekeliruan huruf dan bunyi lainnya. Tanpa bermaksud primordial, saya ingin contohkan Bahasa Jawa. Bahasa jawa memiliki kata seperti "TUTUK" dan "THUTHUK". Kedua kata ini sangat berbeda arti maupun cara pelafalannya. "TUTUK" berarti sampai sedangkan "THUTHUK" berarti pukul pakai alat.

 Bacaan/pelafalan ke dua kata ini berbeda sekali tetapi terdengar mirip bagi orang yang tidak mengenal Bahasa Jawa. Orang yang baru belajar Bahasa Jawa akan mengucapkan kedua kata itu saling tertukar, atau bahkan hanya bisa melafalkan "TUTUK" saja dengan baik sementara dia mungkin kesulitan melafalkan "THUTHUK". Mengapa demikian? Karena setiap bahasa memiliki sistem bunyi yang unik. Ada bunyi bunyi tertentu tidak dimiliki oleh bahasa lain. Ketiadaan sistem bunyi inilah yang menjadi biang kesulitan atau kesalahan seseorang dalam belajar melafalkan kata.

Bahasa Inggris pun demikian. Ia memiliki beberapa sistem bunyi yang tidak dimiliki oleh Bahasa Indonesia. Sebut saja kata Thank You, Shop, dan church. Bunyi dari kata-kata tersebut tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia. Lebih sering kita mendengar orang mengatakan tengkyu, sop, dan cec. Tidak demikian, tidak semudah itu. Untuk mendalami cara melafalkan kata kata tersebut, kita perlu belajar simbol fonetis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun