Mohon tunggu...
Humaniora

Menjadi Warga Negara yang Berbudi

1 Desember 2018   18:28 Diperbarui: 1 Desember 2018   18:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil gambar untuk WARGA NEGARA (www.quora.com)


Salam, para pembaca Kompasiana! Pada artikel ini, kita akan kembali merefleksikan diri mengenai sudahkah kita menjadi warga negara yang berbudi?

Indonesia merupakan negara yang penuh dengan perbedaan. Kita semestinya bersyukur terlahir menjadi Warga Negara Indonesia. Rasa syukur itu harus dapat kita wujudkan dalam penerapan kehidupan bernegara kita sehari-hari. Namun, ternyata masih banyak dari kita yang kurang menyadari hal tersebut. Itu tercermin dari konflik-konflik dalam masyarakat yang muncul belakangan ini. Mari kita tilik sejenak ke belakang, masalah apa saja yang menjadi cerminan budaya kita bernegara.

Yang pertama, kebakaran hutan. Sepertinya, kasus ini tiada pernah tuntas. Kendati Indonesia punya lahan hutan yang luar biasa luasnya. Bukannya disyukuri, yang terjadi malah mencerminkan yang sebaliknya, tidak menghormati. Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, sudah 1.647,36 hektar luas lahan hutan yang terbakar sepanjang Januari hingga April 2018.

Mungkin masalah yang kedua yang akan kita bahas selanjutnya ini tidak terlalu sering diusung adalah angka golput yang tinggi. Berdasarkan survey beberapa lembaga, angka partisipasi warga dalam memilih masih sangat rendah. Nyata yang paling dekat adalah Pilkada Serentak 2018. Bahkan, kehadiran pemilih di beberapa daerah tidak mencapai 60%. Padahal, sebagai warga Negara Indonesia, kita diberi kesempatan untuk turut ambil bagian dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Tujuannya, mereka yang berasa di kursi pemerintahan mengetahui aspirasi masyarakat. Ketika pemilihan golput, namun saat keputusan sudah diambil, apa yang kita lakukan malah protes, demo, dan sebagainya. Begitu, kan yang selama ini terjadi?

Selanjutnya adalah konflik familiar yang mulai meresahkan hati, yaitu perbedaan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, perbedaan yang kita miliki adalah kebanggaan yang harus disyukuri. Beberapa waktu lalu, muncul masalah 'adzan maghrib yang mengganggu', kasus Ahok, seorang biksu di Tangerang yang diusir, dan kasus-kasus bom di gereja. Itulah kenyataannya. Ternyata, kita belum mampu memandang perbedaan itu sebagai sesuatu yang indah. Sebaliknya, kita mengangapnya sebagai ancaman.

Pada periode April hingga Maret 2018, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat, pelanggar lalu lintas meningkat sebesar 3,13%. Pelanggaran itu termasuk tidak memakai helm, tidak membawa surat-surat berkendara, serta melanggar rambu-rambu lalu lintas. Rambu-rambu lalu lintas itu dibuat demi keselamatan para pengendara. Bukankah itu menunjukkan keadilan yang diberikan oleh Negara sebagaimana Negara memiliki kewajiban untuk memberikannya. Sesuai dengan Pancasila sila ke-2, keadilan ditujukan bagi semua rakyat Indonesia.

Nah, masalah-masalah yang sudah kita kembali ingat di atas adalah cerminan bahwa kita belum menjadi warga Negara yang berbudi. Mungkin hal-hal tersebut sangat sederhana untuk dilakukan dengan benar. Tetapi, mengapa masih banyak yang tidak mau melakukannya? Padahal, kontribusi kita kepada Negara ini tersalur dengan hal-hal benar yang kita lakukan. Berikut ini cara kita menjadi warga Negara yang baik.

Mengunakan SDA dengan bijaksana
Tidak semua SDA kita itu dapat diperbarui. Kekayaan alam yang Indonesia miliki merupakan milik kita bersama. Oleh karena itu, kita pulalah yang harus menjaganya. 

Pengolahan Sumber Daya Alam pun diatur oleh Negara sebagaimana ditulis dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. Hal-hal saderhana seperti, mematikan kran air, menggunakan transportasi umum, membuang sampah pada tempatnya, dan tidak merusak lingkungan menjadi kontribusi yang besar apabila semua warga menyadarinya.

Melaksanakan hak dan kewajiban
Dikatakan seimbang apabila kita mampu melaksanakan kewajiban dan berhak mendapatkan sesuatu. Contohnya, membayar pajak, ikut serta dalam pemilu saat sudah mencapai syarat, dan juga menjaga ketertiban, serta masih banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun