Mohon tunggu...
Muhammad Adil
Muhammad Adil Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan sosiologi UNM

Tidur adalah candu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama dan Sains dalam Kajian Post-Industri

27 Mei 2020   17:32 Diperbarui: 27 Mei 2020   17:23 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Agama kerap kali dianggap sebagai pedoman hidup. Sesuatu yang sarat akan aturan-aturan yang diterapkan oleh orang-orang beriman dalam kehidupan didunia agar mendapat kebahagiaan dunia dan jaminan di akhirat. Konsepnya adalah reward dan punishment, dimana jika ia menjalan sesuai syariat maka ia akan dapat menikmati surga dengan berbagai kenikmatan didalamnya dan bagi pembangkan akan dapat menikmati berbagai wahana yang cukup menantang di neraka.

Namun keberadaan  agama dewasa ini cukup menjadi perbincangan hangat. Dimulai pada abad ke XVI ketika dogma gereja merasuki sertiap sendi kehidupan dan pastur sebagai wakil Tuhan dianggap sewenang-wenang. Pastur diperlakukan seperti tangan kanan Tuhan tuhan karena dalam agama ajaran Injil  hanya dia manusia boleh menafsirkan ayat-ayat Tuhan dan tidak boleh dikritik karena pendapatnya Maksum.

Selain itu kegiatan ilmu pengetahuan dan berpendapat harus atas persetujuan mereka para tangan tuhan. Maka setelah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dari dunia Islam terutama karangan ibnu rusyd, terjadi gejolak di barat. Masa itu dikenal dengan era Ranisans,  yaitu pencerahan Eropa dari kegelapan agama. Itu memicu munculnya sekulerisme dan kemajuan ilmu pengetahuan. sekulerlisme, yakni memisahkan antara dunia dan agama dan ilmu pengetahuan yang dulunya di kekang oleh kegelapan agama menunjukkan  kemajuan begitu pesatnya sampai pada penemuan berbagai teknologi modern

Masyarakat dunia saat ini telah berevolusi menjadi masyarakat industri, bahkan dalam pandangan beberapa tokoh seperti dalam buku The Corning of Post Industrial Society (1973), Bell mengemukakan bahwa masyarakat industri modern tengah memasuki fase baru evolusi mereka, yakni fase post-industri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai basisnya. kebangkitan sains dan teknologi, kemudian revolusi industri, masyarakat Barat menegaskan dirinya sebagai masyarakat sekuler. Hal ini menandai era baru perpisahan antara agama dan kehidupan masyarakat modern. Agama telah menjadi urusan pribadi (Charles Taylor, 2007).

Keniscayaan sekularisme dalam proses perkembangan masyarakat telah diberikan basis teorinya sejak awal oleh Auguste Comte, Nietsche, dan Marx. Mereka menunjukkan argumen bahwa evolusi sosial pasti akan tiba pada sekularisme. Hal itu tak bisa dihindarkan(DR Hikmat, 2019).

Agama dipandang sebagai penghalang kemajuan sehingga harus dipisahkan antara dunia dan akhirat dan akibat dari positivisme yang di gagas oleh auguste comte merasuki berbagai bidang kajian ilmu pengetahuan. Empirik menjadi satu syarat sehingga ia dapat dikaji, hingga kemudian ia dapat dikatakan rasional. Sementara agama bukan lah sesuatu yang bersifat empirik, walaupun dalam ilmu sosiologi kita mengkaji agama, tapi bukan agama yang kaji melainkan sikap dari kelompok penganutnya dalam satu sistem yang disebut masyarakat.

Seperti yang dibahas sebelumnya agama bersifat non-empirik sehingga ia disebut irasional karena dianggap tidak ada bukti realnya. Kemudian akibat dari ilmu pengetahuan faedah dari agama mulai tergerus dengan berbagai penemuan yang mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat saat ini. Orang tidak lagi berharap pada kerido'an Tuhan semesta alam tapi pada obat hasil riset oleh para ahli.

Mengutip yang dikatakan Strassberg "Dalam beberapa kasus, nampak dimana magis telah menggantikan agama, atau sains dan teknologi menggantikan magis dan agama, meskipun bila di teliti secara mendalam hal itu tidak betul-betul nyata"(Dr Hikmat, 2019) . Kemudian diperjelas John Caiazza, Strassberg menyebutkan istilah techno-secularism yang menggambarkan digantikannya agama dari kehidupan masyarakat oleh teknologi.

Pada beberapa kasus dimasyarakat ilmu pengetahuan dengan risetnya di berbagai bidang telah menyelesaikan berbagai masalah secara langsung diberbagai aspek kehidupan dan teknologi yang mempermudah kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dewasa ini seolah hadir sebagai dogma baru yang mampu menghujani manusia dengan mukjizatnya yang mampu menembus kemustahilan.

Seperti dalam Islam pada kisah isra mi'raj dimana rasulullah diceritakan dapat menempuh ratusan kilometer dalam satu malam. Sains hadir memberikan mukjizatnya berupa pesawat dengan keunggulan yang sama. Kemudian sains menghadirkan hasi-hasil riset yang diperlakukan sebagai kitab oleh para penganutnya, pedoman dalam menemukan kebenaran dan kebahagian.

Jika ingin bahagia harus mengikuti hasil-hasil riset oleh para ulamanya ( ilmuan ). Pada masyarakat yang rasional-empirik era post-industri mereka tidak lagi menggantungkan harapan pada agama tapi pada hasil penemuan-penemuan para ulama sains. Dalam kasus wabah penyakit misalnya, sejarah mencatat pada saat didataran Eropa sebelum sains modern terjadi wabah mereka menggap itu sebagai kutukan dan sihir sehingga mereka mereka memerlukan ahli agama sampai ada seorang dukun untuk menangkal wabah tersebut tapi masyarakat rasonal-empirik modern ini tentu menganggap wabah bukan akibat dari kutukan apalagi sihir, mereka akan membuktikan dengan bukti-bukti yang ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun