Mohon tunggu...
Gita Pratiwi
Gita Pratiwi Mohon Tunggu... -

bahagia dan membahagiakan.\r\nmirip pegadaian lah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat

19 Mei 2011   15:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:27 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Engkau yang tidak jaya karena puji. Dan tidak mati karena caci. Engkau, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Ash-Shamad, Al-Ahad. Yang tiada Tuhan kecuali Engkau.

Malam ini saya harus pulang cepat Tuhan, saya sudah kebelet ingin menulis lalu tidur nyenyak di kamar. Walaupun Pidi Baiq belum selesai bicara di DPR UIN, saya ingin pulang dan bangun sepagi mungkin, sehingga tidak dibangunkan Mamah, dan bisa mengantar adik-adik sekolah.

Menulis harapan-harapan yang dengan itu saya disebut hidup. Dan menyanyikan lagu Pidi Baiq yang paliiiiiiiiing saya suka dari semua: Purnama Tertusuk Ranting Pohon. Surat ini kutulis, karena sebelumnya Kau Tahu aku akan menulis, dan Kau Baca isi hatiku.

Tuhan, Kau Tahu kemarin-kemarin saya merindukan kampus UIN Sunan Gunung Djati, tanpa alasan pasti apakah yang membuat saya ingin kembali ke sana? Formulir Ujian Komprehensif? Jelas bukan bersama anteknya yang menghambat, Dosen Sejarah Pers Nasional.

Nilai KKM sudah turun, saya tak perlu pusing cari judul, tapi kalau sudah ada judul saya harus berurusan dengan F1 dan sebagainya. Justru mereka bikin saya sakit jiwa, sehingga saya melengkapi persyaratan lamaran kerja ke Mizan Digital Publishing dan diterima magang.

Dan Kau Maha Tahu, kembaliku ke gedung-gedung imut itu hanya demi keceriaan teman-teman EAD-ku tersayang, yang di atas karpet mendengarkan ceramah-ceramah Pidi Baiq. Adalah gorengan si Mang Kumis dan cabe rawitnya, cakue dan cireng stik tengah malam berbumbu rasa bawang.

Juga Gilang Udin yang kini jadi honorer Pemkab Purwakarta.Suaranya mesra bernotasikan ayat-ayat rindu.

Bahagianya saya bisa bercengkrama lagi dengan Mamih Dita, Cella, Winda, Dany, sehingga saya sadar kenapa kemarin-kemarin saya hanya mengenal mereka, say-hi sekilas mata, dan menambahkannya sebagai teman di facebook. Seharusnya sejak lama saya ajak mereka ke konser-konser Pidi Baiq atau The PanasDalam.

Di sana jugalah tempatnya, sama seperti saya baru kenal dengan Fia, mendaftarkan diri membeli buku Pedoman Akademik. FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI. Kami yang dulu memakai rok dan berkerudung panjang, tidak menyentuh non-muhrim, dan merendahkan suara kami. Kami yang—mungkin tepat setahun lalu, karena dulu juga momen ulang tahun LPIK—duduk berdua di samping roda susu murni, menyaksikan Pidi Baiq yang bicara, dimoderatori Bang Dul.

“oh sampaikanlah salam rinduku sehangat sleeping bag dini hari pada si Fia Tupai Welas Asih Gemah Ripah”

Sesungguhnya saya sudah hapal ‘fatwa-fatwa’ beliau, tapi saya tetap diam di situ, menunggu Bang Dul selesai memoderatori. Pukul duanya, setelah dia mendampingi Pidi Baiq, saya diantar Bang Dul ke Republika dan resmi diterima magang. Satu tahun, ya satu tahun lalu.

Pidi…Pidi… kadang saya suka curiga jangan-jangan dia itu Nabi. Seseorang yang diperintah menyampaikan wahyu Tuhan, dengan cara dan pemahamannya sendiri, tanpa harus menyakiti orang lain yang salah, dan juga disebut gila seperti Nabi-nabi terdahulu. Atau jangan-jangan Rasulullah saw. orangnya seperti ini—tanpa mengurangi sedikitpun kemuliannya, cerdas dan konsisten (fathanah dan istiqomah). Dan beliau sama-sama menyampaikan (tabligh) sesuatu yang benar (shiddiq).

Dan mereka punya massa (ummat) yang ter-influence dirinya, tanpa harus jadi pemuja, tapi malah makin dekat dengan Tuhan-nya. Bukan hanya yang muslim, kristiani, aborigin, dan yahudi pun menjadi lebih santun akhlaknya.

Tapi Pidi hanyalah Pidi, dengan frustrasi-frustrasi absurd. Yang dengan kekecewaannya terhadap NKRI, lahirlah NKRTPD, kekecewaannya terhadap FPI lahirlah FPIKHB, kekecewaannya terhadap JIL (yang katanya liberal tapi melarang FPI) lahirlah JIU (hanya Ogi dan kawan-kawan yang tahu). Dan kekecewaan-kekecewaan yang sangat membuat repot, dia jadikan bahan membangun kesenangan, lahirlah karya-karya yang katanya ada 200 lagu itu, buku-buku dan komik, kaos-kaos dan gambar ilustrasi novel.

So, Tuhan, maafkanlah saya yang suka riweuh sama urusan orang lain, sedangkan Engkau dan rahmat-Mu tak pernah berhenti tercurah pada diriku. Dengan memberikan jalan-jalan membahagiakan, supaya aku senang mondar-mandir di dunia, walau hanya lewat doank. Terima kasih atas hidup, pengharapan, dan pencapaian.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun