Mohon tunggu...
Be. Setiawan
Be. Setiawan Mohon Tunggu... -

Membaca, mengamati, mempelajari serta membahas bareng-bareng alam semesta dan prilaku manusia. Mendambakan bangsa Indonesia yang kaya, cerdas dan berilmu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Takdir Menurut Be. Setiawan

4 Oktober 2014   01:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:28 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Membaca tulisan tentang takdir dari kompasianer  Agung Webe saya tertarik untuk menulis pendapat saya tentang takdir. Pada tulisan Agung tersebut Dee Shadow menjelaskan tentang dua aliran besar pemikiran tentang takdir yaitu aliran determinisme fatalistik yang meyakini bahwa kehidupan manusia sudah ditentukan dari sononya sesuai dengan garis tangan yang ditentukan Tuhan. Aliran besar lainnya adalah aliran free will yang meyakini bahwa hidup manusia bergantung sepenuhnya pada dirinya sendiri. Saya menggunakan kedua aliran pemikiran itu untuk menjadi tolok ukur bagi apa yang saya pikirkan tentang takdir.

Saya ditakdirkan sebagai seorang laki-laki. Takdir seperti itu saya beri nama sebagai takdir  mutlak karena saya tidak punya peluang dan peran untuk menentukan jenis kelamin saya. Saya sudah terima apa adanya dan beradaptasi dengan kondisi itu. Saya saat ini masih bisa menulis tulisan di kompasiana dan pada umur saya sekarang, saya merasa masih sehat. Kondisi tersebut saya namakan sebagai Takdir  yang terjadi karena adanya upaya dan karena saya punya peran untuk membuat saya tetap sehat.

Jokowi-Jk menang dalam pilpres 2014 merupakan takdir yang dihasilkan dari upaya mereka berdua dan para pendukungnya bukan takdir mutlak karena mereka punya peran untuk terjadinya kemenangan di dalam persaingan pilpres.

Ketika seseorang sedang berkendara di jalan Tol lalu tiba tiba ada kendaraan di jalur berlawanan tak bisa mengendalikan kendaraannya menabrak median pembatas dan menabrak secara frontal kendaraannya sehingga orang itu meninggal. Apakah kejadian ini sebagai Takdir Mutlak?  Belum tentu karena orang itu bisa saja selamat kalau pengelola jalan tol memperkuat dan mempertinggi median pembatas. Orang itu bisa saja masih tetap hidup kalau dia  berkendara pada kecepatan normal sehingga dia bisa lebih waspada terhadap kejadian di sekelilingnya. Orang itu bisa selamat kalau kendaraannya dilengkapi dengan sistem pengaman memadai untuk menyelamatkan dia dari tabrakan seperti seatbelt dan kantong udara (sebagaimana mobil yang digunakan anaknya Ahmad Dani dan Hatta Rajasa)

Upaya dapat menyebabkan orang lebih sehat, lebih panjang umur, lebih sukses sementara kecerobohan, kesombongan, kebodohan akan menyebabkan orang mati muda, miskin di masa dewasa, menjadi penghuni penjara atau terperangkap dalam kondisi sakit yang kronis. Upaya bersama dapat menjadi negeri kita lebih aman, lebih makmur, lebih cerdas dan lebih unggul dari bangsa lain. Kesimpulan saya, saya lahir sebagai laki-laki, dari orang tua saya adalah Takdir Mutlak sementara yang lain bukan Takdir Mutlak kalau saya secara individual atau bersama dengan kelompok masih punya peran untuk mengupayakan kondisi yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun