Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepuh Sayang Sepah, Sepa, Sepi!

30 Desember 2021   07:50 Diperbarui: 30 Desember 2021   07:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan  Kamis 30 Desember 2021

Luk 2:36 Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya, 37 dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa 38 Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. 39 Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. 40 Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.

Renungan

Seorang ibu mensharingkan pengalaman. Ia lebih tenang meninggalkan rumah jika Ana putri keduanya, daripada Ani putri pertamanya yang kelas XI SMA.  Meski baru kelas VIII SMP Ana, mana kala tinggal di rumah, begitu "mrantasi",  cekatan dan trampil  mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selimut terlipat. Lantai bersih, tidak ada piring sendok gelas kotor. Selalu tersedia air panas, nasi, sayur lauk pauk seadanya. Sementara jika si Ani di rumah, "kapal pecah"seakan pindah ke rumah. Sharing yang menegaskan betapa lebih bermaknanya kualitas kedewasaan dari pada kuantitas jumlah usia. Menjadi tua itu mudah. Tanpa perjuangan, tanpa belajar. Otomatis, dengan sendirinya terjadi. Sedangkan menjadi dewasa perlu latihan, perjuangan dan usaha. Kedewasaan merupakan sebuah dampak dari pilihan-pilihan berkualitas.

Bacaan Injil hari ini menunjukan kualitas diri Hana, seorang nabi perempuan. anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya. Kini ia janda, berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah.  Siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa.

Hana, bukan bertipe "gaplek pringkilan wis tuwek pethakilan".  Seseorang yang sudah berumur tetapi sikap, perilaku, kata-kata dan tindakannya masih kurang pas dengan usianya. Sudah lanjut usia tapi masih doyan "daun muda". Tidak mampu mengendalikan hasrat nikmat syahwat, dkk. Hana, makin sepuh makin mengarah kepada Allah.

Kiblatnya kepada Allah itulah yang mempertemukannya dengan kanak-kanak Yesus di Bait Allah. Relasi intimnya dengan Allah menjadikannya rajin datang ke Bait Allah, mengucap syukur kepada Allah. Keakraban dan kedekatan hatinya dengan Allah, membuatnya mengenal dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.

Hana menjadi teladan untuk yang lanjut usia. Semakin diambang senja usia, semakinlah "menep", mengendapkan pengalaman hidup. Keweningan, kebeningan, kejernihan sudut pandang, wawasan memampukan "kena iwake tanpa buthek banyune". Mampu menangkap dan mengambil ikannya, tanpa membuat gaduh, riuh, ricuh, keruh air kehidupan.

Memiliki keterampilan hidup  demikian, tidaklah harus menunggu jadi  kaum lansia.  Bukankah kehadiran  si Ana lebih berdampak dari pada si Ani kakaknya? Tidak perlulah menunggu tua untuk memiliki kualitas kedewasaan.

Untuk pengembangan diri anak-anak muda,  kalimat terakhir bacaan Injil hari ini begitu inspiratif. "Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya". Seiring bertambahnya usia, Yesus menjadi semakin berkualitas. Hana juga mengalami ini.

Menjadi dewasa lebih bermakna daripada menjadi tua! Banyak orang menua, gagal mendewasa. Menjadi tua tanpa menjadi dewasa. Menjadi "sepuh" tapi sepah, "sepa", hambar, tawar, sepi. Tak punya kualitas diri. Sepuh sayang sepah, sepa, sepi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun