Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sungguhkah "Weruh Wanuh" Kehidupan yang Penuh Utuh?

19 Oktober 2021   09:27 Diperbarui: 19 Oktober 2021   09:33 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan  Selasa, 19  Oktober 2021

Luk 12:35"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. 36 Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. 37 Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. 38 Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka.


Renungan

                Sebelum pandemi Covid 19, selama bulan Oktober, banyak Lingkungan tiap malam  berdoa rosario bersama. Biasanya bagian doa 10 Salam Maria didoakan bergilir, bergantian berurutan di antara umat yang hadir. Bisa terjadi, saat giliran doa Salam Maria itu terjeda sesaat. Umat yang mendapat urutan jatah  berdoa, beberapa detik diam saja. Ia tidak mengucapkan doa. Nah ketika itulah baru ketahuan siapa yang tertidur saat berdoa bersama. Ya mungkin karena lelah dan capai seharian bekerja, begitu duduk ikuti doa,  kelopak mata lekat merapat amat sulit  dibuka.  Begitu mengantuknya, ia tertidur sesaat. Nyenyak dan pulas.

             Bacaan Injil hari ini menarasikan hal kewaspadaan iman. Yesus menghendaki murid-murid-Nya berada dalam posisi berjaga-jaga, "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya."

Penggambaran hamba dengan pinggang yang tetap berikat merujuk kesiapannya pergi ke mana pun dan melakukan apapun seturut perutusan dan perintah tuannya. Keadaan jubah yang terikat rapi, jumbai tidak akan tergerai, langkah mereka tidak akan terganggu. Keadaan pelita yang terus menyala, melukiskan keadaan siap menerangi langkah tuannya saat  masuk rumah atau  ke kamar.

Hamba yang sekian lama menanti, tetap setia menunggu,   didapati "melek", tidak tertidur pada waktu tuannya  mengetuk pintu, akan diberi kehormatan. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka." Suatu penghormatan  diperoleh hamba dari tuannya, yang jarang diperoleh banyak orang. Sang tuan justru datang melayani dan mempersilakan hambanya duduk makan. Ini peristiwa luar biasa.

Sikap berjaga-jaga ini, membahagiakan. Dalam perikope ini, hingga dua kali Yesus menyebut kata "bahagia" bagi yang berjaga-jaga. "Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang ... Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka." Bagaimana berjaga-jaga?

Belajar dari pengalaman tertidur saat berdoa Salam Maria di atas, sejatinya tersingkaplah  kebenaran kehidupan. Dalam kehidupan keseharian dijumpai orang-orang yang secara fisik hidup, namun pada hakekatnya mati. Keberadaan, kehadiran,  kehidupannya tidak berdampak bagi kesejahteraan dan kebaikan hidup bersama.. Tanpa disadarinya  mereka berada dalam posisi tiada, tidak hadir absen, tidak sungguh hidup. Mereka sedang tertidur, merem, tidak weruh tidak terjaga, tidak sadar, semaput pingsan, koma, tidak bergerak, tidak bereaksi, tidak cawe-cawe terlibat, pasif, mandheg berhenti, tetap tidak  berubah alias mati. Mereka bagai hamba yang terlepas ikat pinggangnya, padam nyala pelitanya, tidak siap sedia menyambut tugas perutusan sang tuan kehidupan.

Sudah dewasa "konangan", tertangkap basah tertidur saat berdoa bersama, dapat dimaklumi. Suatu kelemahan manusiawi. Namun dalam kehidupan nyata seorang manusia dewasa merem, micek, buta, tidak melihat, tidak weruh, tidak kenal, tidak wanuh jati diri kehidupan hakiki waduh ... !

Di manakah  posisi diri, tertidur  ataukah terjaga dalam kehidupan yang sejati? Sungguhkah mengalami "weruh wanuh" kehidupan yang penuh utuh, membahagiakan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun