Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maukah Kamu, Jadi Ibu dan Saudara-saudari Ku?

20 Juli 2021   09:53 Diperbarui: 20 Juli 2021   12:19 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Selasa 20 Juli 2021

Mat 12:46 Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. 47Maka seorang berkata kepada-Nya: "Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau." 48 Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya: "Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" 49 Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! 50 Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku."

Renungan

Pertengahan tahun 1980-an saya hijrah ke Bandung. Salah seorang teman Sunda di tempat kerja bercerita. Ada seorang Sunda dan Jawa di tepian kolam. Saat lele di kolam bersembunyi di lubang pojok kolam, si Sunda bilang "Kodok!". Si Jawa yang mendengar menyahut "Lele!" Si Sunda mengulang lagi "Kodok!" Si Jawa berteriak, "Bukan. Lele!". Si Sunda berteriak lebih seru "Kodok!" Si Jawa bertahan, tidak mau mengalah berseru "Lele!" Siapa yang benar, si Sunda atau si Jawa? Dan mana yang benar,  "kodok" atau "lele"?

Waktu itu belum kenal Tante Google, saya memihak si Jawa. Kini Tante Google menginformasikan bahwa arti kata "kodok" dalam bahasa Sunda adalah memasukkan tangan ke dalam saku/lubang(  https://kamuslengkap.com/kamus/sunda-indonesia/arti-kata/kodok) Kata  "kodok" Sunda ternyata sama artinya dengan kata "rogoh" dalam bahasa Jawa. Kata sama, beda makna.

Bacaan Injil hari ini menarasikan hal serupa. Penggunaan kata yang sama, namun lain arti dan maknanya. Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. Maka seorang memberitahu-Nya: "Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau." Apakah pemahaman makna orang ini tentang kata " ibu" dan "saudara" sama persis dengan pemahaman Yesus?

Mendengar informasi itu, Yesus menjawab dengan balik bertanya. "Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" Sepintas jawaban Yesus ini bernada "sengak", tidak enak. Apakah Yesus masih terluka hati-Nya, ketika mudik dan diketahui asal-usul keluarga-Nya, warga kampung pada menolak-Nya? Apakah Yesus  mau memutuskan tali silaturahmi dengan   keluarga sekampung halaman-Nya? Ataukah Yesus mau mewartakan makna baru dari kata "ibu-Ku" dan "saudara-Ku?

Yang terkahir itulah, yang ditawarkan. Penjelasan Yesus memperluas wawasan pemahaman makna istilah ibu dan saudara-saudara-Nya. Sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya, Yesus berkata : "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku."

Dengan jawaban itu, Yesus memperluas keanggotaan keluarga-Nya. Keluarga baru-Nya bukan hanya yang bertalian darah, berdekatan wilayah, berdekatan ras, agama, aliran ipoleksosbud, dkk. Keluarga baru-Nya, keluarga universal, global, mondial. Siapapun dapat masuk menjadi keluarga-Nya, asal password-Nya, yaitu melaksanakan kehendak Allah Bapa. Keluarga baru-Nya, keluarga spiritual, keluarga yang hidupnya  digerakan oleh roh dan semangat mengiyakan kehendak Allah. Keluarga yang kapan pun, di mana pun, dalam keadaan apapun, hanya satu kata diucapkan "AMIN!"

Bukankah potret keluarga-Nya, Maria dan Yosep demikian adanya? Saat Maria sedang bertunangan dengan Yosep, ia harus mengandung. Jangankan Maria seorang gadis, ibu-ibu yang sudah dan masih bersuami saja tidak selalu siap jika harus mengandung dan mengandung lagi. 

Apalagi perawan Maria. Dengan mengandung saat belum bersuami, posisi Maria berhadapan dengan problem besar, yang menentukan hidup matinya. Maria dapat dituduh berzinah dan tamatlah riwayatnya, dirajam. 

Namun sekalipun berhadapan problem besar, akhirnya Maria berkata :" Aku ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut kehendaak-Mu!". Jawaban Maria ini intinya hanya satu kata "AMIN". Peng-AMIN-annya pada kehendak Allah, mengakibatkan Yesus hadir dalam rahim dan seluruh  kehidupannya.

Dengan mengandungnya Maria, Yosep juga menghadapi problem besar. Tak kalah besarnya dengan problem Maria tunangannya. Coba jika ini terjadi pada diri Anda. Sanggup dan siapkah Anda para perjaka, pemuda, Romeo mendengar pengakuan  sang kekasih bahwasanya kini sedang  mengandung anak yang bukan dari benih Anda? 

Mendengar pengakuan Maria, Yosep tidak berteriak, tidak mempublikasi "aib dan pengkhianatan" Maria lewat medsosnya. Apa yang terjadi jika Yosep memilih berteriak, mempublikasi Maria berzina? 

Akan mampuslah Maria bersama Yesus janin-Nya. Ternyata Yosep, pemuda bijaksana. Sebelum mengambil opsi, ia sungguh mempertimbangkan dan melibatkan Allah dalam masalahnya. Sehingga ia menemukan solusi akhir yang mesti diambilnya. Ia berkata :"AMIN!" . Yosep menerima Maria, menerima kehendak Allah, menerima Yesus.

Jadi penegasan Yesus atas pernyataan-Nya, siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku, justru sejatinya mengingatkan apa yang sudah Yosep dan Maria lakukan sepanjang hidupnya.  Mereka sesungguhnya telah berhasil menjadi Ibu dan saudara Yesus yang sejati. Mereka telah menjadi ibu dan saudara Yesus, melakukan kehendak Allah, telah siap dan sanggup dengan resiko maksimal yaitu kematian. Yosep dan Maria teladan nyata bagaimana menjadi ibu dan saudara-Nya.  Yesus konsisten dan konsekuen dengan kata-kata-Nya. Seluruh kehidupan-Nya mewujudkan kehendak Allah, yang dampak puncaknya disalibkan. Yesus AMIN-i-Nya!

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana kehidupan diri? Apa yang menjadi kehendak Allah pada situasi konkret masa kini di sini? Siap dan sanggupkah menjadi ibu dan saudara Yesus pada  masa kini di sini? Banyakkah yang "mutung", patah arang, undur diri, "ngambek" tak sanggup lagi setia pada kehendak Allah, karena justru berhadapan dengan penolakan, nyinyiran, perlawanan, pengucilan, permusuhan, kekerasan yang sadis bengis mengerikan? Setiap melakukan kehendak Allah, kapan saja, di mana saja, dalam keadaan apa saja, tetap mampukah mengucap satu kata : "AMIN" ?

Yang menjadi ibu dan saudara-Nya, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Ibu dan saudara-saudari Yesus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun