Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Kukehendaki Belas Kasihan, Bukan Persembahan!

16 Juli 2021   10:46 Diperbarui: 16 Juli 2021   11:30 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demikian halnya imam-imam yang bekerja dalam Bait Allah pada hari Sabat. "... tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah". Sesuai dengan jalan pemikiran orang-orang Farisi, mereka para imam dapat dipandang sebagai 'melanggar' hari Sabat.  Karena pekerjaan imam-imam pada hari Sabat adalah menyalakan api untuk mezbah, menyembelih binatang, mengangkat binatang ke mezbah, dsb Semua ini merupakan pekerjaan yang cukup berat. Jadi pada hari Sabat, mereka tetap dapat dan  boleh melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan ibadah. Ini bukan pelanggaran terhadap hukum Sabat. Jika Bait Allah lebih besar dari Sabat, maka Yesus lebih besar dari Bait Allah. Sehingga Yesus jauh lebih besar lagi dari Sabat.

Hakekat peraturan adalah melindungi kemanusiaan. Kenapa "tempo doeloe" diperlukan dua atau tiga orang saksi sebelum menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang yang dituduh sebagai pembunuh? Karena hanya mereka yang sungguh melihat dengan mata kepala sendiri siapa pelakunya, akan berani tampil sebagai orang pertama untuk melempar batu ke kepalanya, mengeksekusi terhukum. Dengan begitu terhindarlah dari kesewenang-wenangan. Lebih baik melepaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang benar, orang yang tidak bersalah. Sabat pun untuk memerdekakan manusia. Jangan jadikan manusia budak hari Sabat.

Yang utama dari hari Sabat adalah relasi dengan Allah. Relasi yang nada dasarnya adalah kasih. Menjadi lebih berbelas kasih, punya hati Allah, jauh  lebih penting dari bentuk dan tata cara persembahan korban bakaran "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagimana kehidupan diri? Selalukah mengajak mencari dan menghidupi semangat dasar di balik setiap huruf, bunyi, tulisan aturan sebagai solusi kehidupan bersama? Semakin gampang dan kerapkah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memaksakan sudut pandang dan  tafsir keagamaan sendiri untuk diikuti? Semakin tipis bahkan lenyapkah belas kasih kemanusiaan diri ketika berhadapan dengan mereka yang menurut kaca mata kita,  hidupnya tidak sesuai dengan standar protap keagamaan?  

Yang berbelas kasih , hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Tersirat dari tersurat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun