Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mereka Menolak Dia, Si Tukang Kayu!

4 Juli 2021   11:06 Diperbarui: 4 Juli 2021   11:13 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bacaan Minggu 4 Juli 2021

Mrk 6:1 Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. 2 Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?  3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. 4 Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." 5 Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. 6 Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. (6-6b) Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.

Renungan

Aneh tapi nyata. Di suatu Lingkungan yang warga jemaatnya banyak orang berpendidikan, kaum intelektual, namun toh kesulitan melibatkan wajah-wajah muda dan baru dalam kegiatan menggereja. Di satu pihak banyak tokoh mengeluh kegiatan Lingkungan yang monoton, tidak ada "greget", gairah, tradisonal belaka, serta menyuarakan pentingnya kaderisasi kepengurusan. Namun di lain pihak banyak pula tokoh yang membanggakan diri telah menjabat sebagai pengurus Lingkungan selama tiga empat periode, padahal banyak sumber daya manusia yang dimilikinya. Manakala ada orang muda tampil mengisi mengisi kegiatan, segera banyak tokoh tampil sebagai komentator.

Suasana batin itu dapat digunakan untuk memahami teks Injil hari ini. Semangat senioritas begitu merasuki  jemaat di kampung halaman Yesus. Pada hari Sabat Yesus mulai mengajar di rumah ibadat. Jemaat yang besar takjub ketika mendengar-Nya. "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? 

Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?  Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Mereka senior tetapi mereka tidak mengenal siapa Yesus sebenarnya. Mereka tidak siap menerima kebenaran dari Yesus, medior atau yuniornya.

Semangat senioritas memunculkan sikap  memandang rendah, melecehkan liyan yang muda, terlebih mereka yang latar belakang keluarga dan status sosialnya termasuk kelompok rakyat biasa, kecil, lemah, miskin, sederhana. Lalu bersikap menutup diri bagi tampilnya liyan, orang muda, orang baru. Memang banyak warga sekampungnya telah mendengar kabar bahwa Yesus melakukan banyak pengajaran dan tindakan besar di Kapernaum. 

Namun mereka dan para tokoh seniornya di Nazaret, mengenal Yesus sebatas pekerjaan dan familinya. Maka mereka mempermasalahkan, bagaimana dapat memberi pengajaran dengan penuh hikmat dan mujizat-mujizat yang besar?  Bukankah Yesus sebatas  tukang kayu, yang ibu dan saudara-saudarinya mereka kenal? Mereka dan kaum keluarga Yesus sendiri salah memahami siapa Yesus. Mereka kecewa dan menolak Dia.

Menghadapi penolakan itu Yesus heran atas ketidakpercayaan mereka.  Penolakan mereka memandulkan. Yesus tidak dapat mengadakan satu mujizatpun, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ketidakpercayaan mereka menihilkan pengalaman rahmat Allah yang dialami banyak orang di lain kota. 

Keadaan yang kontras berlawanan dengan sambutan banyak orang di luar tempat asalnya. Ironis. Di lain kota banyak orang berbondong-bondong menyambut-Nya, di Nazaret, di antara kaum keluarga dan warga sekampung-Nya, Ia ditolak.  "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." Penolakan terhadap Yesus tidak mencerminkan penolakan di lain wilayah. Pewartaan Kerajaan Allah tidak dapat dihentikan oleh adanya penolakan. Terhadap Yesus,  Kerajaan Allah, orang mesti megambil sikap, menerima atau menolak. Tidak ada kompromi.

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Apakah berupaya melanggengkan semangat senioritas? Sukakah menilai dan menaruh hormat terhadap liyan didasarkan pada latar belakang status sosial, asal usul keluarga? Cenderung menolakkah kehadiran liyan yang medior, yunior, kecil, lemah, miskin, disabilitas? Sadarkah penolakan terhadap mereka yang papa sudra paria sejatinya menolak-Nya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun