Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panen Budaya Kematian, Siapa Penaburnya?

13 Juni 2021   11:35 Diperbarui: 13 Juni 2021   11:41 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Minggu 13 Juni 2021

Mrk 4:26 Pada suatu kali Yesus mengajar : "Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, 27 lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. 28 Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. 29 Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba." 30 Kata-Nya lagi: "Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? 31 Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. 32 Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya." 33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, 34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.

Renungan

Setiap memandang halaman tetangga di depan rumah, teringatlah kegiatan sepuluh tahun lalu. Dalam rangka perayaan Paskah, Lingkungan mendapat jatah sebagai penyelenggara pesta jajan pasar rakyat. Acara Paskah Wilayah rutin tahunan ini diadakan bergiliran di Lingkungan. Pesta jajan pasar ini terbuka untuk umum. Siapapun yang hadir atau sekedar lewat boleh mampir menikmati aneka makanan jajan pasar yang disediakan secara cuma-cuma.  Jika beruntung dapat hadiah doorprize, seperti sepeda, pakaian,  sembako, buku, benih ikan, aneka bibit sayur buah-buahan dan lain-lainnya.

Sepuluh tahun lalu, selama seminggu menjelang Rabu Abu, awal masa Prapaskah, saya membuat 50 cangkok tanaman mangga madu, yang buahnya terasa manis sekali untuk doorprize acara itu. Puji Tuhan, ternyata seminggu sebelum hari raya Paskah, semua cangkokan itu sudah tumbuh akar. Nah salah satu dari doorprize itu tertanam di halaman depan rumah tetangga,  sudah berulangkali berbuah.

Pengalaman mencangkok tanaman mangga itu membantu memahami narasi bacaan  Injil hari ini. Hal Kerajaan Allah itu seumpama orang yang menaburkan benih di tanah.  Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Kerajaan Allah berkaitan dengan kehadiran Allah, kekuasaan-Nya yang meraja. Kehadiran dan kuasa-Nya menjadi realita bagi orang yang menanggapi-Nya. Kerajaan Allah merupakan peristiwa "gathuk"nya relasi manusia dengan Allah dalam Yesus, oleh Roh Kudus. Gathuknya relasi ini menjadikannya gathuk pula dengan sesama dan alam ciptaan. Kerajaan Allah adalah peristiwa bersatunya Allah dengan  manusia yang membawanya bersatu pula dengan sesama dan alam semesta. Kerajaan Allah tidak lain adalah keselamatan, kehidupan sejati  bersama Allah, sesama dan alam ciptaan, kehidupan kasih penuh sukacita damai sejahtera..  

Potensi keselamatan, kehidupan sejati ini bagai benih, bagai biji sesawi  yang perlu ditabur, disemaikan, dicangkokkan, ditawarkan,  diwartakan.  Ini berarti agar potensi Kerajaan Allah menjadi realita diperlukan upaya, usaha, perjuangan, kegiatan, aksi dan gerakkan menabur, menyemai, mencangkok, menawarkan, mewartakan. Perlu penabur, penyemai, pencangkok, penawar dan pewarta.

Narasi perumpamaan selanjutnya dinyatakan "lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya." Potensi Kerajaan Allah menjadi realita nyata, merupakan sebuah proses penuh misteri. Bagaimana  pertumbuhan, berurat berakar, bertunas, bercabang, berbulir dan berbuahnya Kerajaan Allah, manusia bagai tidur, tidak mengetahuinya. Keselamatan, kehidupan sejati, sukacita damai sejahtera, semuanya merupakan karya Allah sendiri. Hasil akhir karya Allah dinarasikan dengan " Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.... Tumbuh menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar burung-burung di udara  dapat bersarang dalam nauangannya". Kerajaan Allah berbuah  berkah. Yang sungguh dikuasai Allah, mendapat berkat dan selanjutnya  menjadi berkat

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Jika  kini mendapati  masyarakat berbudaya kematian : bersikap barbar brutal, sadis, bengis, suka nyinyir, tebar hoaks teror ancaman, suka kekerasan, nyaman, maju mapan membela yang mbayar, suka cari aman bersembunyi dan berlindung ditengah gerombolan massa, benih kerajaan siapa yang ditaburkan, tanaman kerajaan siapa yang dicangkokkan? Punya andilkah dalam penaburan dan pencangkokannya? Maukah 25 tahun ke depan menuai panen raya generasi yang berwajah belas kasih, berbudaya, berkeadaban publik, bermartabat, ksatria, dewasa bijaksana, konsisten dan konsekuen, bernas berkualitas penuh solidaritas, sukacita hidup bersama dengan yang beda komunitas? Maukah  melibatkan diri menjadi penabur, penyemai, pencangkoknya? Kalau bukan kita, siapa? Kalau tidak sekarang, kapan? Kalau tidak di sini, di mana?

Yang menjadi warga Kerajaan Allah, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang kuasa dan  kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Berbenih ilahi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun