Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Datang Menggenapi Hukum Taurat, Kitab Para Nabi!

9 Juni 2021   10:34 Diperbarui: 9 Juni 2021   10:56 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Rabu 10 Juni 2021

Mat 5 :17 Dalam khotbah di bukit, Yesus bersabda "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.

Renungan

Beruntung saat belajar di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) selama tiga tahun  hidup berasrama di Yogyakarta. Acara harian dari bangun pagi sampai kembali tidur diatur sedemikian rupa sehingga jelas kegiatannya. Setelah kuliah di lain kota, acara harian  hidup asrama tetap dijalani. Semangat dasar menjadi manusia merdeka berdaulat dalam menata, mengelola waktu dan kegiatan positip yang tertanam saat hidup berasrama malah tergenapi. Ketika tak lagi hidup   berasrama, model hidup asrama itu malah terjadi.  Semangat dasarnya justru memenuhi  "kekurangan" yang ada seperti tidak adanya jadwal kegiatan harian yang tertulis dan  tiadanyaa kehadiran  pemimpin atau pendamping  asrama. Tertanamnya semangat merdeka berdaulat itu  lewat proses pembatinan.Yaitu mau belajar taat pada aturan main hidup bersama di asrama sebagai kesetiaan dan kesediaan menerima dampak pilihan .

Bacaan Injil hari ini menarasikan semangat dan sikap dasar yang diwartakan Yesus berhadapan dengan hukum Taurat. Hukum Taurat dirumuskan secara tertulis. Hukum tertulis formal memang penting. Namun sikap dasar mentaati yang tertulis, dapat melahirkan sikap formalistis, legalistis, membabi buta ,jauh dari semangat dasarnya.

Seorang guru rohani setiap sore berdoa bersama murid-murid-Nya. Kucing miliknya berseliweran di dekatnya. Suatu saat ia mengikat kucing saat berdoa bersama. Lama sepeninggal guru rohani, murid dari murid-muridguru rohani itu tetap melakukan doa yang sama pada waktu yang sama. Demi keaslian dan ketaatan pada ajaran sang guru rohani, mereka menuliskan  aturan tata cara doa sore begitu njlimet, detail. Mereka merinci   tentang jenis kelamin kucing, umur, warna, berat, panjang, tinggi, bunyi suara, jumlah kumis,, panjang tali pengikat, bahan, warna dan bahkan beratnya. Bahkan dalam proses perumusannya sampai pada bentrok, berkelahi, saling melukai dan membunuh. Padahal tempo "doeloe" semangat dasar  guru rohani mengikat kucingnya adalah mengiklimkan keheningan. Untuk dapat berdoa bersama dengan teduh utuh, penuh, menyeluruh.  Tanpa terganggu seliweran kehadiran dan terlebih suara kucingnya.

Kehadiran Yesus bukan untuk meniadakan, melalaikan, membuang aturan hukum Taurat, sekalipun kecil, sepele, remeh temeh.  "Aku datang bukan untuk meniadakanny...  Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.".

Semangat dasar Yesus terhadap hukum Taurat terlihat saat menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat.  Suatu hari datanglah seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." (Mrk12 :28 -34) Semangat dasar setiap aturan apalagi hukum agama adalah kasih. Mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi dirinya sendiri. Mengikuti ketetapan Allah inilah yang mesti menjadi semangat dan sikap dasar melakoni hukum Taurat, hukum agama.

Semangat dasar itulah yang justru tidak dimiliki para pemuka agama. Mereka  menaruh beban berat yang harus dipikul jemaatnya.  Mereka mengajarkan hukum agama begitu rinci, yang ia sendiri  tidak melakukan. "Siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga" Ini merupakan suatu kekurangan.

Kehadiran Yesus, satunya kata dengan tindakan, menjadikan  pembeda  kehadiran ahli Taurat, pemuka agama dkk yang nihilnya kesesuaian antara kata dengan tindakannya. Dalam Yesus, Taurat menjadi genap, utuh, terjadi dan terwujud menyeluruh. "Aku datang ... untuk menggenapinya" Yesus hadir  melakukan pesan Taurat dan mengajarkan. Mengasihi Allah, mengasihi sesama seperti mengasihi dirinya sendiri. Para pemuka agama, meniadakan pesan Taurat,  mengajarkan tetapi tidak melakukan. Mereka sejatinya melakukan hukum tanpa roh, tanpa kasih. Kehadiran Yesus menjadi penggenapan, pemenuhan hukum Taurat, hukum kasih. "Siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga".

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana melakoni hukum agama? Dengan semangat dasar kasih kepada Allah dan sesama seperti dirinya? Ataukah melulu formalistis, demi kepentingan  keuntungan sendiri dan kelompok?  Semakin banyak orang hidup bersaudara saling mengasihi dalam perbedaan yang memuliakan Allah? Ataukah semakin membuat banyak orang yang berbeda meruncing dalam kebencian, keterpecah belahan, kekerasan dan pembantaian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun