Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadi Kristiani, Ampuni 70x7x!

9 Maret 2021   11:29 Diperbarui: 9 Maret 2021   12:22 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan , Selasa 9 Maret 2021 Perumpamaan tentang  pengampunan (Mat  18 : 21 - 35 )

Mateus  18 : 21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"  22 Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. 23 Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24 Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 

26 Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27 Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. 28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 

30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 33 Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?  34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.  35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Renungan

Sekitar tahun 70-an nge-trend mode rambut gondrong. Di Yogyakarta, siswa-siswa SMA "JB" (Johanes De Britto) dikenali bergondrong ria salah satu cirinya. Sekalipun bukan siswa De Britto, saya berambut "sedikit" gondrong. Lebat, hitam berkeluk-keluk mengombak seperti mayang mekar, jika dipanjangkan. Sebagai remaja saya suka dan bangga atas karunia jenis rambut demikian. Tambah pede. 

Namun kegondrongan ini jadi sumber masalah di sekolah. Seorang guru selalu merundung, mengusik terus-menerus; menyusahkan. Setiap beliau mengajar, sayalah siswa pertama yang dilempar   pertanyaan. Jika tak dapat menjawab, caci maki hadiahnya. "Rambut  kaya kosek WC, dingu!" Cellaan yang menyakitkan. Ini berlangsung hampir tiga tahun. 

Sebagai antisipasi saya semakin rajin belajar mata pelajaran yang beliau ajarkan. Agar  dapat menjawab setiap pertanyaannya,dan terhindar dari cacian pelecehan. Suatu saat saya disuruh maju menulis di papan tulis dengan huruf arab. Disuruh menulis lima kata dari atas ke bawah, dengan jeda waktu sekitar 9 menitan tiap kata. Jam  pelajaran full 45 menitan dikhususkan untuk saya. Menjelang berakhir jam pelajaran, saya diminta membaca lima kata-kata itu, perlahan-lahan dari atas ke bawah:.

 kalau

 saya

 bercermin

 seperti

 kera.

Saya  tak menduga jika itu sebuah kalimat. "Kalau saya bercermin seperti kera" Semua teman sekelas tertawa terbahak-bahak. Saya menangis. Beliau tinggalkan ruang kelas dengan tenang, menang. Wauw mengerikan sekali. Betapa  sakit hati ini. Luka batin luar biasa. Direndahkan, dipermalukan dihadapan teman. Mengampuni sebuah karunia!

 Bacaan Injil hari ini bicara mengenai pengampunan.  Petrus memahami pengampunan itu ada batasnya.Ia mengira mengampuni sampai tujuh kali sudah sangat baik. Yesus mengoreksi visi Petrus "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Untuk memperjelas visi-Nya, Yesus memberikan perumpamaan tentang hamba yang berutang sepuluh ribu talenta. kepada raja dan dibebaskan karena belas kasih. Sementara hamba itu menangkap dan mencekik temannya yang berutang 100 dinar kepadanya. 

Jumlah hutang 100 dinar  begitu kecil dibandingkan hutangnya kepada raja 10.000 talenta Jumlah utang yang luar biasa besar Pajak yang dibayarkan oleh seluruh wilayah *Yudea, *Idumea, *Samaria, *Galilea, dan Perea setahun hanyalah 800 talenta. Satu talenta ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6000 dinar .Dinar mata uang Romawi. Satu dinar ialah upah pekerja harian dalam satu hari. Nilainya kurang lebih Rp 750,- sekarang. 

Perumpamaan ini mengajarkan kesabaran dan kemurahan hati Allah Sang Hakim, penuh pengampunan. Janganlah main hakim. Karena ketidakadilan, kedengkian, niat jahat, balas dendam, kekeliruan dapat menyelinap bergerilya dari dalam. Mesti ikuti doa Bapa kami, "ampunilah  kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni yang bersalah kepada kami" .

Sudahkah bermurah hati, berbelas kasih seperti Allah ampuni? Kristianikah ungkapan tiada maaf bagimu? Adakah syarat yang diajukan untuk sebuah pengampunan? "Bapa, ampunilah ... karena tidak mengetahui apa yang diperbuat!" doa abadi untuk yang menjahati, jadikan hidup penuh syukur  sukacita  semangat, jadi berkat,  Ini misteri.Mengampuni,karunia ilahi, jadikan suci hati!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun