Mohon tunggu...
Bingar Bimantara
Bingar Bimantara Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Mager

Seorang anak petani yang sekarang berjuang menjadi sarjana. Sering patah hati namun tak pernah putus harapan. Berusaha menyibukkan diri agar tidak luntang-lantung di kos.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Catatan Kecil 9 Tahun Beasiswa Bidikmisi Menjembatani Asa

22 Januari 2019   15:10 Diperbarui: 24 Januari 2019   06:05 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah sasaran, kurang tepat, dan kurang jitu
Miris ketika pada waktu pengumuman Bidikmisi di kampus saya. Tiba-tiba ada mahasiswa baru yang mengirimkan bagaimana keadaan rumahnya. Ia menceritakan bagaimana susahnya kondisi keluarganya. Ia mendaftar sebagai calon penerima namun pihak kampus menilai ia tak layak.

Aku bingung apa yang harus aku lakukan kecuali memberikan kesabaran padanya dan tekad mencoba di Bidikmisi tambahan atau mencoba beasiswa lain. Tapi aku bilang padanya. "Jangan berhenti kuliah, dek" kataku dalam pesan di WhatsApp.

Sementara ia bercerita tentang salah satu seorang anak pegawai dikategorikan mampu malah mendapatkan Bidikmisi ini. Tahun 2018 lalu memang terdapat pengurangan kuota yang signifikan yang ada di kampus sehingga banyak yang belum terakomodir. Namun kebocoran seperti kalangan anak-anak yang dikategorikan mampu ini memang ada satu sistem yang salah dalam proses seleksinya.

Saya berharap bila ada sistem, prosedur, dan tahapan yang benar-benar berlandaskan keadilan dan profesionalitas, transparan, dan akuntabel. Agar beasiswa ini jatuh kepada tangan yang benar-benar berhak mendapatkannya tidak sebaliknya.

Masih dipandang sebelah mata
Banyak yang memandang mahasiswa Bidikmisi adalah kumpulan anak miskin yang mendapat kuliah gratisan. Tentu kita harus siap mental akan hal itu.

Namun jangan salah miskin bukan berarti tak ada otak. Justru mahasiswa Bidikmisi yang tersebar seantero negeri ini memiliki prestasi yang cukup cemerlang di masing-masing kampusnya. Baik prestasi akademik maupun akademiknya. 

Beda lagi urusan fashion. Kita selalu "nyiyir" bila anak Bidikmisi tampil gaya dengan model baju terbaru. Kadang saya sendiri serba salah dalam berpakaian. Pakai baju bagus salah, baju sederhana dihina. Memang perlu kesabaran di sini. Sepatu nyentrik dan tas keren dari online shop. Salahkah kita sebagai mahasiswa Bidikmisi memakai barang-barang tersebut? 

Mungkin saja setelah mereka mendapatkan beasiswa tersebut mereka dapat berwirausaha akhirnya mereka mendapatkan penghasilan tambahan atau mereka kerja sambilan yang kita tidak tahu. Walaupun kita miskin tapi kalau uang itu kita cari dengan cara yang benar tidak masalah kan? 

Jadi kesimpulannya sementara jangan sok tau atau berprasangka buruk dulu.

Lantas yang salah adalah masih saja mahasiswa yang kaya bermental kere. Mengaku miskin namun naiknya ninja. Mengaku orang tak punya tapi setiap hari makan enak di cafe yang mahal, setiap malam minggu menggandeng pacar jalan-jalan ke mall shoping sana shopping sini. 

Setiap pencairan, update status pasang story Whatsapp atau Instagram. Lalu jalan-jalan sama temen beli jam dan aksesoris mahal. Tidak pernah ketinggalan model handphone baru. Seperti inilah mahasiswa Bidikmisi keterlaluan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun