Mohon tunggu...
wirdan bazilie
wirdan bazilie Mohon Tunggu... -

Menulis untuk mengisi waktu luang bisa dihubungi di @beanbazilie Insyaallah akan ada tulisan baru setiap hari Sabtu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Januari, Aku Membutuhkan Tisu yang Kutelan Tadi

6 April 2018   12:04 Diperbarui: 6 April 2018   12:20 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah hujan di Yogyakarta hari ini, mungkin kamu akan sedikit merindukan Januari: perubahan di kota hujan, malam basah di kota kembang, keterasingan di kota kelahiranmu, serta kegugupan yang mengiringi busmu saat kembali ke Yogyakarta. Semua itu memang harus disimpan jauh dalam kepala, tapi setelah hujan sore ini, mungkin kamu akan merindukan Januari yang tak sanggup membuatmu mengelak dari batas kesempatan yang dihadiahkan Tuhan.

Sambil menunggu reda, kamu memesan secangkir kotang* yang ampas hitamnya banyak sekali. Dengan 5000 rupiah, kamu memiliki alasan untuk meneduhkan dirimu dari hujan Februari. Kita berdua terpaksa menabahi ini dalam citraan yang sering kita jumpai pada puisi. Keadaan ini nampaknya sudah klise sekali.

"Meja dan kursi yang terbuat dari kayu ini merangsangku untuk merokok." Asap pun berhembus, terbang mengikuti angin menuju arah yang tak kamu perhatikan. Tak ada yang menegurmu karena telah membuang asap yang kata sebagian orang mengganggu itu. Kepalamu menengadah pada palfon yang tinggi.

"Tanggal di kalender menunjukan Februari memasuki hari ke-3. Awal bulan. Apakah kamu menyenangi awal Februari?" Aku membuka topik pembicaraan. Kamu menghisap rokokmu. "Kurasa kamu tidak pernah merindukan awal, tengah, apalagi akhir bulan karena kamu sudah bukan mahasiswi ---kamu sangat cantik ketika kuliah dulu, mirip Chelsea Islan. Kamu yang pernah menjadi seorang istri, sekarang hanya melihat tanggal sebatas penunjuk pergantian bulan, cukup, tidak lebih dan kurang kan? Tapi Januari tahun ini sedikit berbeda bukan? Setelah hujan sore ini, kamu mungkin merindukan Januari." Kujawab sendiri pertanyaanku. Kamu tetap menatap tinggi.

Ada jengah yang lambat-laun menyergapku. Kuputuskan mengambil rokokmu tanpa bicara, kita berdua merokok dalam diam, membiarkan keramaian yang terjadi di sekeliling mengendus-ngendus udara lalu menabrak gendang telinga kita.

Aku ingin berdiskusi mengapa Tuhan menciptakan suara. Suara yang berisik, suara yang berbisik. Apakah karena Tuhan terlanjur menciptakan telinga? Atau agar manusia bisa mengganggu manusia lainnya? Dalam keyakinanku, aku hanya yakin bahwa Tuhan menciptakan suara, apa pun itu, agar manusia dapat menghayati kesumbangan miliknya sendiri, banyak yang tak sepakat, aku tidak peduli. Tapi, teriakan-teriakan di bus tujuan Yogyakarta itu tiba-tiba membuatku rikuh sendiri. Aku riskan kamu juga tak peduli.

"Kenapa kamu menciptakan hujan dan memilih kafe untuk saat ini?" Kamu akhirnya bicara, sayangnya bukan padaku. Kamu lalu menyatakan bahwa kamu menginginkan Januari, bukan Februari. Kamu ingin setiap hari terbangun di hari-hari Januari yang kering.

"Tapi Januari adalah bulan basah," bantahku. Kamu lalu berucap kalau aku cengeng, cengeng sekali. Kemudian kamu melangkah menjauhi meja kita, menuju kasir, menunduk seraya menangis di depan vending machine di sebelahnya, lantas kamu berlarian mengelilingi caf sambil berteriak-teriak "Cinta, hujan, cafe, cinta, hujan, caf ...." Terus, terus, terus. Aku tak bisa menemanimu, kakiku masih pincang, padahal aku sangat ingin. 8 atau 7 putaran kamu kembali. Keringatmu, kamu lap dengan tisu, kamu menelan tisu-tisu itu sambil melepas jilbab kuningmu.

"Kamu lapar?"

"Aku hanya sedang ingin makan tisu saja. Ngomong-ngomong, rokok ini berat sekali, kopi ini bikin degdegan, dan saat ini juga aku ingin kembali dicium kursi, tepat di sini." Kamu menunjuk lehermu yang putih. "Tapi bukan yang dari kayu, aku ingin bangku dalam bus. Kamu mau mengambilkannya untukku?" tanyamu, aku yakin kamu bertanya padaku.

"Harusnya kamu merindukan Januari, bukan ingin mengulangi kejadian waktu itu." Kamu menggeleng sambil menyentuh dada, tepat di jantung. "Dadamu sakit? Mungkin kamu perlu bercermin."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun