Mohon tunggu...
BAYU DWI SEPTIAWAN
BAYU DWI SEPTIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mahasiswa UIN Maliki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Belajar Asosiasionistik Tepatkah Jika Diterapkan pada Pembelajaran di Kelas?

4 Oktober 2022   22:53 Diperbarui: 5 Oktober 2022   08:31 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori asosiasionistik adalah bagian dari teori belajar Behavioristik, teori Behavioristik adalah perubahan tingkah laku yang diakibatkan karena adanya stimulus dan respons. Dimana kebiasaan perilaku seseorang itu dapat dipengaruhi oleh stimulus dan respons yang sering terjadi di sekitar. 

Dalam teori Behavioristik ada bagian teori belajar yaitu teori belajar Asosiasionistik, teori ini dikemukakan oleh Ivan Pavlov dalam teori ini Pavlov melakukan eksperimen pada anjing dimana dalam eksperimen ini Pavlov fokus pada volume air liur anjing yang dikeluarkan. 

Percobaan pertama dia meletakkan makanan di dekat anjing tanpa ada bunyi lonceng, maka anjing itu mengeluarkan air liur yang cukup banyak. Percobaan kedua dia membunyikan lonceng saja, dari anjing tidak ada respon sama sekali. 

Percobaan ketiga dia meletakkan makanan dan membunyikan lonceng maka anjing itu mengeluarkan liur yang tidak terlalu banyak. Percobaan keempat dia membunyikan lonceng saja dan anjing itu mengeluarkan air liur yang agak banyak. 

Dari percobaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku kita berasal dari respon akibat adanya stimulus. Dimana stimulus pada percobaan Pavlov adalah makanan dan responnya adalah anjing menegeluarkan air liur dan yang dilakukan anjing adalah memekan makanan tersebut.

Lalu apakah tepat teori belajar ini diterapkan di kelas....?

Tentunya tepat, Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenaan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran siswa dikelas (M. Asrori, 8:2008 dan Santrock, 270 : 2010) , yaitu :  

  • Generalisasi, dimana pengaruh dari stimulus yang baru akan menghasilkan respon yang sama.
  • Diskriminasi, dimana dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon stimulus tertentu tetapi tidak merespon/ menganggap stimulus lainnya.
  • Pelenyapan,dimana stimulus yang dikondisikan tidak diikuti dengan stimulus tidak dikondisikan, lama kelamaan organisme tidak akan mersespon.

Sebagai contoh saat siswa sedang mengikuti ujian biologi dan dimarahi oleh gurunya karena nilainya jelek, maka saat ujian kimia siswa  juga akan menjadi gugup karena pelajaran ini saling keterkaitan (siswa menggeneralisasikan satu mata ujian dengan mata ujian lainnya).  

Saat siswa ujian mata peelajaran bahasa indonesia dan sejarah maka siswa tidak terlalu gugup, karena mata pelajaran tersebut berbeda jauh dengan mata pelajaran biologi dan kimia (tidak merespon stimulus lainnya). 

Setelah itu lama kelamaan respon takut terhapus dan murid mulai bisa menempuh ujian dengan baik dan tidak gugup (respon secara bertahap akan terhapus).

Jadi teori belajar Asosiasionistik ini cukup baik diterapkan saat pembelajaran dikelas walaupun dalam percobaan teori itu dilakukan pada hewan. Semua teori pembelajaran itu cocok diterapkan pada saat proses pembelajaran. Tidak ada teori belajar yang salah, teori belajar dikatakan salah itu karena dari penerapannya salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun