Mohon tunggu...
Bayu Pras
Bayu Pras Mohon Tunggu... Mahasiswa - RIDU Student

The man who never was

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Pajak Karbon Terhadap Ketahanan Energi dan Pertahanan Negara

25 Agustus 2022   09:43 Diperbarui: 25 Agustus 2022   09:46 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kemajuan peradaban umat manusia melalui momentum revolusi industri beberapa puluh tahun kebelakang telah merubah cara hidup manusia secara keseluruhan. Kehidupan manusia semakin dipermudah dengan penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar untuk kehidupan pribadi maupun pada skala industri yang sangat besar. Hal tersebut selain memiliki dampak positif bagi kehidupan manusia, disisi lain penggunaan mesin-mesin dengan bahan bakar memiliki dampak negatif terutama kepada lingkungan dalam jangka waktu yang lama.

Penggunaan bahan bakar sebagai sumber energi untuk menggerakan mesin-mesin dan menyokong kehidupan manusia saat ini, menimbulkan emisi/karbon yang menjadi sumber permasalahan lingkungan. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan global karena dampaknya dirasakan oleh seluruh dunia. Sejumlah negara telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon dan beralih kepada sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Salah satu langkah dalam menurunkan emisi karbon tersebut adalah dengan mengeluarkan kebijakan pajak karbon. Kebijakan pajak karbon telah dilaksanakan disejumlah negara maju, dan Indonesia juga berencana untuk menerapkan kebijakan pajak karbon. Dasar hukum penerapan pajak karbon di Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Undang-Undang tersebut menjadi landasan pertama bagi penerapan pajak karbon di Indonesia, selain sejumlah regulasi lain yang merupakan peraturan lain sebagai aturan turunan UU HPP. Pajak karbon menambah sederetan kebijakan fiskal yang digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim. Tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. 

Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41 % dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Selain itu, pengenaan pajak karbon memberikan sinyal kuat yang mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan. Penerimaan negara dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.

Dalam menerapkan kebijakan pajak karbon, pemerintah Indonesia pada tahap awal akan menerapkan pajak karbon pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara. Namun demikian, pemerintah belum menerapkan kebijakan tersebut sesuai dengan rencana awal pada 1 April 2022. Kemudian pemerintah menunda penerapan hingga 1 Juli 2022, namun hingga saat ini belum juga terealisasi. Pemerintah mengklaim bahwa penundaan penerapan pajak karbon bukan karena masalah teknis, namun pemerintah masih menyiapkan berbagai aturan pendukung pemberlakuan pajak karbon. 

Aturan turunan penerapan pajak karbon melibatkan berbagai kementerian. Kementerian Keuangan membahas terkait aturan yang meliputi tarif dasar dan pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon. Sementara aturan teknis lainnya seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan nilai ekonomi pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Perpres 98/2021, antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Tujuan utama pengenaan Pajak Karbon bukan hanya menambah penerimaan APBN semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle). Dengan demikian, pemerintah perlu cermat dalam mengeluarkan kebijakan teknis penerapan pajak karbon, sehingga pada akhirnya penerapan pajak karbon tidak menjadi penghambat ketahanan energi Indonesia, justru diharapkan menjadi pemicu peningkatan bauran energi baru terbarukan akibat terdorongnya pelaku industri dan pelaku sektor hulu di bidang energi untuk berinovasi agar emisi yang dihasilkan dari kegiatannya menjadi minim.

Sektor yang terdampak kebijakan pajak karbon, antara lain adalah sektor energi dan industri. Kedua sektor tersebut erat kaitannya dengan sektor pertahanan, dimana pertahanan memerlukan energi untuk operasional dan industri untuk mendukung alat dan peralatan pertahanan keamanan (alpalhankam). 

Apabila kebijakan pajak karbon telah sepenuhnya diterapkan di Indonesia, maka sejumlah sektor akan terkena dampak turunannya, termasuk sektor pertahanan karena merupakan pengguna dari energi dan industri. Biaya tambahan produsen akibat bertambahnya pajak, akan dibebankan kembali kepada konsumen, maka dengan demikian sektor pertahanan akan mengalami peningkatan biaya akibat turunan dari meningkatnya biaya yang dikeluarkan pihak produsen yang terkenan kebijakan pajak karbon. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun