Wow, ternyata banyak sekali pelanggaran lalu lintas di sekitar kita! Berkendara melawan arah, mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm, berboncengan sepeda motor lebih dari dua orang, menerobos lampu merah, berhenti di atas zebra cross (melebihi garis henti), dan parkir sembarangan adalah sedikit contoh pelanggaran tersebut.
Penindakan yang dilakukan oleh polisi kurang efektif karena jumlah polisi tidak sebanding dengan jumlah pelanggar. Oleh karena itu masyarakat harus berpartisipasi aktif untuk mengurangi pelanggaran lalu lintas dan meningkatkan budaya tertib berlalu lintas. Caranya?
Kepolisian harus memberi masyarakat kewenangan untuk menindak pelanggar lalu lintas. Mekanisme penindakannya, pertama masyarakat yang melihat/menyaksikan/mengetahui terjadinya pelanggaran lalu lintas melaporkan pelanggaran tersebut kepada kepolisian dengan membawa bukti seperti foto dan/atau video. Kedua, laporan dari masyarakat harus ditindaklanjuti kepolisian dengan segera mengirimkan surat tilang ke alamat pelanggar—jika polisi sendiri yang menindak pasti masih ada kemungkinan pelangar hanya diperingatkan. Ketiga, sebagian atau seluruh denda yang dibayarkan oleh pelanggar harus diberikan kepada orang yang melaporkan pelanggaran tersebut.
Tujuan mekanisme di atas supaya masyarakat semakin bersemangat untuk melaporkan pelanggaran (karena akan menerima pembayaran dari uang denda) sekaligus juga takut melakukan pelanggaran lalu lintas (karena pasti didenda). Setelah cara ini diterapkan, mau tidak mau, budaya tertib berlalu lintas pasti akan tumbuh walaupun dengan cara itu pula pemasukan negara dari denda tilang akan berkurang atau tidak ada sama sekali. Namun, apalah artinya uang denda dibandingkan nyawa rakyat Indonesia yang hilang di jalan raya.