[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Paskibraka bersiap memasuki lapangan upacara."][/caption]
Siap... grak! Hormat... grak! Tegak... grak!
Apa yang Anda bayangkan bila mendengar kata-kata itu di sekolah? Upacara, paskibra, pramuka. Akan tetapi karena judulnya berkaitan dengan paskibra, saya akan bahas paskibranya saja.
Kini, paskibra tampaknya sudah tertinggal oleh zaman. Baris-berbaris, berlatih di tengah hari yang panas, ber-push up ria, dan selalu "siap" mendengar kata senior sudah tidak sesuai dengan kondisi anak muda sekarang yang dinamis, selalu mencoba yang baru, dan kreatif. Kalau kita melihat kegiatan rutin dari kelompok ini-biasanya menjadi salah satu ekstrakurikuler di sekolah-mungkin kita tidak bisa mengeti mengapa mereka lakukan hal tersebut.
Umumnya pelajar menjadi anggota paskibra dengan alasan untuk menambah kepercayaan diri, membentuk kedisiplinan, dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan. Sudah seharusnyalah pola pembinaan anggota paskibra bisa mengakomodasi keinginan-keinginan itu. Sebuah sistem dan kurikulum pembinaan harus dibuat dengan jelas dan sebuah kriteria standar harus dirumuskan supaya paskibra tidak menjadi organisasi tanpa tujuan.
Nilai yang Terlupa
Paskibra juga harus sadar akan tujuan mulia pencetusnya, menumbuhkan jiwa patriotisme dan nasionalisme di kalangan pelajar. Ketika saya menjadi anggota paskibra dahulu, saya bertanya kepada Danu, teman yang telah menjadi Paskibraka tingkat kota, "Dan, berapa ukuran bendera itu?"
Dan hasilnya sungguh mencengangkan, dia tidak tahu berapa ukuran bendera. Hal tersebut sangatlah aneh karena seorang anggota Paskibraka yang dilatih berbulan-bulan untuk mengibarkan bendera pusaka (duplikat) tidak kenal dengan benderanya. Bukankah selalu dikatakan tak kenal maka tak sayang (cinta)? Dan kecintaan kepada bangsa dan negara salah satunya diwujudkan dengan menghormati simbol-simbol negara.
Pembinaan yang asal-asalan di paskibra hanya akan menghasilkan anggota yang bisa baris-berbaris, sedikit disiplin, dan memiliki pola kepemimpinan satu arah. Kita tidak akan bisa mengharapkan anggota paskibra yang benar-benar memahami makna Indonesia.