Mohon tunggu...
Muhammed Irwiyana
Muhammed Irwiyana Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penikmat buku di tengah perjalanan pulang

Ingin jadi novelis

Selanjutnya

Tutup

Money

Anak Muda Mau Jadi Petani Kalau...

22 Mei 2019   10:49 Diperbarui: 22 Mei 2019   10:57 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Menjadi petani bukanlah pilihan yang menarik bagi sebagian besar anak muda Indonesia. Profesi yang satu ini kerap dipandang sebelah mata. Petani seringkali dicitrakan sebagai sesuatu yang tidak bergengsi; informal, miskin, atau bahkan berpendidikan rendah. Kenyataan ini merupakan suatu ironi bagi negeri yang dikenal subur, yang oleh Koes Plus pernah diibaratkan dengan "tanah surga" di mana "lempar kayu dan batu jadi tanaman."

Minimnya minat anak muda Indonesia terhadap sektor pertanian setidaknya dapat dicermati dari sensus pertanian 2013 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dari sensus tersebut, terungkap bahwa 62 persen petani Indonesia berumur di atas 45 tahun. Data tersebut sudah cukup untuk menyatakan bahwa Indonesia tengah menghadapi krisis petani. Regenerasi petani macet.

Regenerasi petani yang tak berjalan tentunya akan mempersulit langkah Indonesia dalam memajukan pertanian, khususnya menghadapi era industri 4.0. Sebagai salah satu sektor yang strategis, pertanian tentu saja akan terpengaruh oleh industrialisasi global generasi keempat tersebut. Hampir sebagian besar aktivitas pertanian akan bergeser ke arah digitalisasi. Mampukah Indonesia menghadapinya tanpa petani-petani muda yang cemerlang dan inovatif?

Bagaimanapun, pilihan anak-anak muda Indonesia untuk lebih tertarik bekerja di kantor tidaklah salah. Bagi mereka, masa depan memerlukan suatu langkah pasti. Dan masa depan itu berada di kota, bukan di desa yang jauh dan relatif tertinggal.

Jika dirunut, pandangan seperti itu dapat dikatakan terpengaruh oleh paradigma pembangunan yang tersentralisasi di kota. Meskipun kemudian arah pembangunan mulai diterapkan secara desentralisasi, pada kenyataannya kesenjangan antara desa-kota masih sangat lebar. Jika demikian, era pemerintahan presiden Joko Widodo yang menitikberatkan pembangunan dari pinggiran pun menemukan relevansinya di sini.

Di sektor pertanian, perwujudan pembangunan dari pinggiran dapat dicermati dari sejumlah program dan kebijakan yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian (Kementan). 

Tercatat, Kementan melakukan refocusing anggaran sejak tahun 2015 dengan mengalokasikan 85 persen dari total anggaran (Rp 22,65 triliun) untuk belanja sarana dan prasarana maupun pembangunan infrastruktur pertanian di berbagai daerah. 

Bantuan alat dan mesin pertanian juga meningkat 1.281% per tahun. Selain itu, pemerintah juga telah memfasilitasi perbaikan jaringan irigasi serta meningkatkan bantuan pupuk dan benih dan peningkatan perluasan sawah baru seluas 1 juta Ha di luar Pula Jawa.

Kebijakan anggaran ini kemudian mendorong intensifikasi produksi melalui dukungan peremajaan dan pemeliharan tanaman milik rakyat, komoditas ekspor, dan komoditas yang berpotensi ekspor, seperti kelapa sawit, karet, dan teh. 

Pada akhirnya, menurut Kementan, ekspor produk pertanian Indonesia mengalami kenaikkan 29,7 persen pada periode 2016-2018. Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, dalam kurun 2014-2017, volume nilai ekspor pertanian naik sebesar 4,8 persen per tahun. Sejumlah komoditas yang mengalami kenaikkan ekspor, antara lain buah-buahan, seperti durian, nanas, pisang, manggis, kelapa sawit, dan kelapa.

Hasil dari upaya Kementan tersebut cukup membawa hasil. Lonjakan ekspor ini diikuti pula oleh menurunnya aktivitas impor. Tercatat, komoditas beras umum, jagung pakan ternak, bawang merah, dan cabai segar mengalami penutunan nilai impor hingga 100 persen pada rentang 2014-2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun