Mohon tunggu...
Bayu Imaduddin
Bayu Imaduddin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Satu Setengah atau Dua?

10 Desember 2015   13:42 Diperbarui: 10 Desember 2015   14:31 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tolong…! Tolong…! Tolong kami! Tempat kami akan lenyap jika keputusannya adalah dua. Kami butuh satu setengah!”, kata perwakilan Kepulauan Marshall.

“Tapi, dengan satu setengah, kebutuhan gaya hidup konsumerisme kami tidak akan tercukupi. Dua saja sudah cukup.”, balas perwakilan Amerika Serikat.

Sekilas dialog di atas memang terlihat aneh dan membingungkan, tetapi dialog itu cukup menggambarkan kondisi kedua negara tersebut di konferensi penting yang sedang berjalan saat ini, COP21. Konferensi ini diselenggarakan di Paris, Prancis dari hari Senin minggu lalu, tanggal 30 November sampai Jumat ini, tanggal 11 Desember 2015.

COP21, dengan kepanjangan the 21st Conference of the Parties, merupakan konferensi penting di mana pemimpin dari seluruh dunia berkumpul untuk bernegosiasi dan mengambil tindakan terhadap perubahan iklim. Tujuan utama dari konferensi ini sendiri adalah untuk membuat kesepakatan internasional dalam rangka menjaga perubahan suhu global di bawah dua derajat celcius (2o C) dibandingkan dengan sebelum revolusi industri.

Konferensi seperti ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, terdapat beberapa konferensi seperti Protokol Kyoto (1998) dan Bali Action Plan/COP13 (2007), yang pada dasarnya hanya bersepakat untuk membatasi emisi karbon. Tetapi, konferensi-konferensi tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Saat ini, COP 21 sedang menjadi pusat perhatian dunia karena dalam konferensi ini akhirnya Amerika Serikat dan China setuju untuk bergabung dan bertindak pada hal ini sejak tahun 2014. Oleh karena itu, banyak sekali reaksi dari masyarakat di seluruh dunia untuk mendukung pemerintahnya masing-masing demi kesuksesan konferensi ini. Salah satu contohnya adalah proyek “Brandalism di Paris, Prancis di mana 82 seniman dari seluruh dunia memproduksi dan memasang iklan-iklan palsu yang mengilustrasikan kondisi dunia sesungguhnya.

[caption caption="Salah satu iklan Palsu di Paris sebelum COP21 dimulai (sumber: ibtimes.co.uk)"][/caption]

Judul “Satu Setengah atau Dua?” sengaja dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi COP21 sampai hari ini. Dalam konferensi tersebut, jelas ada beberapa pihak yang berkomitmen tinggi dan ada pula yang kontra. Salah satu pihak yang berkomitmen tinggi adalah negara kepulauan Marshall. Terdiri dari pulau-pulau kecil di Laut Pasifik yang tak jauh dari Indonesia, Kepulauan Marshall merupakan salah satu negara yang paling terancam oleh perubahan iklim. Riset terbaru dari IPCC (International Panel of Climate Change) menunjukkan bahwa pulau-pulau kecil seperti Kepulauan Marshall, Kepulauan Maldives, dan termasuk pulau-pulau di Indonesia akan tenggelam jika perubahan iklim global melebihi satu setengah derajat celcius (1,5o C) seiring melelehnya es di kutub.

Oleh karena itu, beberapa negara sangat mendukung target dari konferensi ini bukan dua derajat, melainkan satu setengah derajat celcius. Negara lain yang mendukung adalah seperti Jerman, yang di mana telah memimpin dalam menangani perubahan iklim. Di sisi lain, terdapat beberapa negara dengan peran besar yang sulit menemukan jalan keluar dalam konferensi ini, seperti China. China merupakan penghasil polusi udara terbesar, sekaligus pemegang posisi ekonomi yang kuat di dunia. Demi meraih target 1,5o C, China harus memotong emisi karbon habis-habisan, yang dianggap tidak realistis bagi beberapa politikus.

Dikutip dari the Jakarta Post (3/12), posisi Indonesia saat ini masih bersamaan dengan negara berkembang lainnya, menyatakan bahwa Indonesia hanya mampu meraih target sedikit lebih dari dua derajat celcius. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa komitmen Indonesia saat ini adalah mengurangi emisi karbon sebanyak 29 persen pada tahun 2030, atau 41 persen dengan bantuan internasional. Tetapi, target ini juga belum termasuk emisi karbon dari kebakaran hutan gambut, dengan perkiraan 0,8 sampai 1.1 gigaton CO2 karena target ini disusun di bulan Juni sebelum kasus tersebut ada.

Berkaitan dengan kasus tersebut, Michael Wolosin dari Climate Advisors berpendapat di Mongabay bahwa laporan Indonesia di COP21 menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha menyembunyikan salah satu sumber emisi karbon Indonesia, yaitu kebakaran hutan gambut. Padahal, The World Resources Institute menyatakan kebakaran hutan gambut Indonesia yang terjadi pada tahun 2015 ini menghasilkan emisi karbon lebih dari produksi harian Amerika serikat, yang terjadi selama 26 hari. Hal ini menunjukkan bahwa kebakaran hutan gambut adalah sumber terbesar emisi karbon Indonesia.

Dengan waktu hanya dua hari lagi, delegasi-delegasi dari seluruh dunia dengan serius masih mendebatkan hal yang penting ini, antara satu setengah atau dua derajat celcius. Baik satu setengah maupun dua, kedua target itu sama-sama merupakan target yang menantang bagi seluruh negara, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri belum menyatakan kemampuannya untuk meraih dua derajat celcius, terlebih lagi satu setengah. Salah satu cara pemerintah Indonesia demi meraih target ini adalah dengan memperketat peraturan dan mengontrol secara teratur penebangan hutan di Indonesia sehingga emisi karbon Indonesia bisa dikurangi secara signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun