"Mas, mau hujan nih. Itu genteng rumah masih bocor. Tolong betulin ya, Sayang," pintaku dengan nada manja.
"Minggu kemarin aku sudah betulin. Kamu gantian sekarang!" ujarnya ketus.
Biasanya Mas Rama, suamiku tercinta, berbicara dengan lemah lembut. Ia suka menggunakan kata "Mas" dan "Ade". Namun kali ini malah kata "aku" dan "kamu" yang keluar dari lisannya.
Mas Rama juga biasanya melarangku untuk melakukan apapun, bahkan sekadar mengambil air minum. Maklum saat ini aku sedang hamil muda anak pertama.
Tetapi, barusan Mas Rama malah menyuruhku untuk membetulkan genteng bocor. Suatu hal yang tidak biasa dan sangat mengherankan bagiku.
"Mas, sebenarnya apa salahku?" tanyaku meratap. Tak terasa air mata mulai mengalir di pipiku.
"Kamu sudah berbohong kepadaku!" tembak Mas Rama.
"Maksud, Mas?" tanyaku lagi kebingungan.
"Aku menyukainya sejak kecil dan Mas Rama belum tahu tentang hal ini. Itu adalah perkataanmu kemarin saat berbincang dengan adikmu, Dea."
                                                                     ***
"Aku memang menyukainya sejak kecil, Mas." Aku menghela nafas sejenak dan melanjutkan perkataanku, "Aku menyukai pelangi yang memberikan semburat warna-warni. Seindah warna-warni cinta kita berdua. Memang ada yang salah, Mas?"