Mohon tunggu...
Bayu Bara
Bayu Bara Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sociology at Universitas Sebelas Maret Surakarta 2011

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membedah Masalah Kependudukan Jakarta

18 Maret 2014   08:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:48 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 9.15 juta jiwa sehimgga Jakarta merupkan salah satu kota terpadat di wilayah

Negara Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang banyak maka DKI Jakarta mempunyai banyak masalah kependudukan Jakarta sudah benar-benar overload karena daya tampung penduduk Ibu Kota yang sudah melebihi kapasitas. Fauzi Bowo menganggap masalah terbesar yang saat ini terjadi di Jakarta adalah membludaknya jumlah penduduk di Jakarta. Selain macet dan banjir, peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan sebagain besar lahan di Jakarta dipadati pemukiman, sentra bisnis dan perkantoran yang lebih mengerikan dari pada itu adalah ada wacana yang disebutkan para ahli bahwa 2080 ada kemungkinan Jakarta akan tenggelam. Jakarta sebagai pusat ekonomi, social, budaya, hukum pemerintahan dan juga politik. Jakarta menjadi pusat segala peradaban yang terjadi di Indonesia. Semuanya ada di Jakarta. Masyarakat Indonesia memandang Jakarta sebagai tambang emas, karena semuanya ada di Jakarta. Oleh karena itu banyak para urban berbondong-bondong ke kota ini dengan tujuan dapat merubah kondisi perekonomian di desa.

Menurut hasil sensus nasional terakhir, ibu kota dihuni oleh hampir 9,6 juta orang melebihi proyeksi penduduk sebesar 9,2 juta untuk tahun 2025. Populasi kota ini adalah 4 persen dari total penduduk negara, 237.600.000 orang. Dengan angka-angka ini, kita dapat melihat bahwa populasi kota telah tumbuh 4,4 persen selama 10 tahun terakhir, naik dari 8,3 juta pada tahun 2000. Pada tingkat ini, Jakarta memiliki kepadatan penduduk 14.476 orang per kilometer persegi. Sebagai akibatnya, para pembuat kebijakan kota perlu merevisi banyak target pembangunan kota ini, termasuk sebagai peredam masalah pada saat kota sudah mengalami kepadatan penduduk yang sangat menghawatirkan.

Jumlah penduduk ditentukan oleh :

1. Angka kelahiran

2. Angka kematian

3. Perpindahan penduduk, yang meliputi :

a. Urbanisasi,

b. Reurbanisasi,

c. Emigrasi,

d. Imigrasi,

Yang menjadi focus penyebab kepadatan penduduk Jakarta saat ini adalah adalah Urbanisasi. Dimana, fakta berbicara bahwa penduduk kota Jakarta mayoritas adalah para urban. Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta 2010 mengatakan bahwa jumlah penduduk Jakarta bertambah sebanyak 134.234 jiwa per tahun. Jika tidak ada program dari pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, maka pada 2020 Jakarta akan menjadi lautan manusia.

Ada banyak faktor yang memicu urbanisasi misalnya; modernisasi teknologi, rakyat pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Pendidikan. Faktor pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap melunjaknya jumlah penduduk. Universitas terbaik di Indonesia baik negeri maupun swasta ada perkotaan termasuk di Jakarta. Lapangan Kerja. Jakarta sebagai kota besar dan berpenduduk banyak tentunya sangat menjanjikan untuk orang-orang kecil yang berniat untuk mencari sesuap nasi dikota ini mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan, tukang ojek, tukang sngat menjanjikan untuk hidup. Semir sepatu, buruh pabrik, pembantu rumah tangga, office boy, satpam, sopir, kondektur dll yang penting bisa bekerja tanpa mempunyai keahlian khusus. Jika ditambah dengan orang-orang yang berkeahlian khusus yang didatangkan dari luar kota maupun luar negeri untuk bekerja di Jakarta. Pusat Hiburan. Jakarta merupakan magnet dan pintu gerbang Indonesia. Indonesia mempunyai daya tarik tersendiri sebagai kota Jakarta dekat dengan tempat – tempat hiburan yang seperti mall, pantai indah kapuk, dufan, pantai Tidung, sea world dan banyak arena-arena yang lainnya yang tidak ada di kota-kota lain di Indonesia.

Pasti ada dampak dari suatu hal yang berlebihan begitu pula over populasi Jakarta. Kesesakan yang diakibatkan oleh berlebihannya penduduk Jakarta mengakibatkan; Sifat Konsumtif, Kekumuhan kota, Kemacetan lalu lintas, Kriminalitas yang tinggi, Struktur kota yang berantakan, isu Jakarta tenggelam, Banjir, pelebaran kota dengan tata kota yang tidak baik, melonjaknya sector informal, terjadinya kemerosotan kota, dan pengembangan industry yang menghasilkan limbah. sekitar 2,8 juta penduduk Jakarta bermukim di 490 wilayah yang dikategorikan sebagai "kantong kemiskinan". Data penduduk bervariasi, antara 7,8 juta sampai 12,5 juta, tergantung metodologi yang digunakan. Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 sebesar 323,17 ribu orang (3,62 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2008 sebesar 379.6 ribu orang (4,29 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 57,45 ribu (0,67 persen). Keadaan ini dapat terjadi karena salah satu penyebabnya adalah adanya deflasi pada bulan januari sampai maret sebesar 0,13%.

Durkheim berpendapat bahwa peningkatan kepadatan penduduk lazimnya berhubungan dengan lebih luasnya dan produktifnya pembagian kerja. Tapi kenapa teori itu tidak sesuai dengan keadaan kota Jakarta ini, yang faktanya bahwa kota ini memiliki masyarakat yang banyak tapi malah membuat tingkat kehidupan masyarakatnya rendah. Sesuai dengan apa yang dikatakan David M Heer, bahwa kemajuan teknologi dan organisasi merangsang peningkatan angga kelahiran dan kesejahteraan masyarakat, Jadi Jakarta kurang dalam perkembangan mencitakan inovasi – inovasi teknologi dalam pembagian kerjanya, sehingga masyarakat pada saat ini mengalami kekurangan pekerjaan dan kemiskinan meningkat. Tahun – tahun dimana terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan kurangnya lapangan kerja mengakibatkan terjadinya angka kematian yang tinggi dan kesejahteraan rakyat menjadi rendah. Aka nada fenomena – fenomena keluarga miskin yang akan terjadi. Dalam hal perbaikan, pemerintah Jakarta memang mengambil langkah-langkah untuk membatasi urbanisasi. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi masuknya imigran ke kota, dengan hanya mereka yang telah dijamin pekerjaannya diijinkan untuk tinggal di kota, sementara petugas dari lembaga ketertiban umum kota sering melakukan serangan terhadap warga ilegal. Semua upaya untuk mengekang tingkat kelahiran di kota itu akan menjadi tidak berarti jika kita tidak dapat membatasi urbanisasi. Pemerintah sekarang juga sudah mencanangkan program Bkkbn untuk menekan laju kelahiran penduduk, seperti yang telah dikemukakan oleh para aliran Neo Malthusianisme bahwa aliran ini menganjurkan pembatasan kelahiran dengan menggunakan alat – alat kontrasepsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun